Sukses

Anak Buah Sri Mulyani Bicara soal Penerimaan Negara SDA yang Punya Potensi Masih Besar

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menuturkan, sejumlah sumber daya alam terutama tambang memiliki nilai tambah yang tinggi seperti nikel, tembaga hingga timah.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA) masih sangat besar.

"Kalau kita lihat ternyata kita bisa menemukan potensi yang nilai tambahnya tinggi sekali seperti nikel, dan belakangan ini yang perlu kita perhatikan itu tembaga, belum lagi nanti bauksit, timah," kata Febrio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BAKN, Rabu (10/7/2024).

Oleh karena itu, di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat didorong hilirisasi SDA-nya seperti batu bara, nikel, hingga bauksit dan timah. Tujuannya agar menghasilkan nilai tambah yang tinggi, khususnya kontribusi terhadap PNBP.

"Kemudian kita pikir kalau kita dapatkan nya langsung mentah langsung kita jual, PNBP-nya ada, betul, tapi jangan-jangan kalau kita produksi lagi lebih lanjut, olah lagi lebih lanjut, tampaknya penghasilan ke negaranya malah bisa lebih besar," ujar dia.

Febrio mencontohkan, pengelolan tembaga. Kata dia, bertahun-tahun Indonesia melakukan ekspor konsentrat tembaga mentah, dan nilainya hanya USD 89 miliar. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya dibangun smelter tembaga. Karena Pemerintah Indonesia percaya dengan membangun smelter tersebut maka akan menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dibanding sebelumnya.

"Kita percaya dengan membangun smelter dengan hilirisasi diolah lebih lanjut menghasilkan value edit yang tinggi. Memang PNBP-nya enggak akan lebih besar, enggak akan bertambah tetapi kita akan menghasilkan penerimaan-penerimaan dari baik share dari profitnya dan juga nanti dari dividen dan juga dari pajaknya," ujar dia.

Adapun kata Febrio, salah satu pembangunan smelter bijih tembaga berada di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur. Pabrik peleburan tersebut digarap oleh PT Smelting, anak perusahaan anggota Grup MIND ID, PT Freeport Indonesia (PTFI).

 

2 dari 4 halaman

Penerimaan Negara Semester I-2024 Merosot, Ini Penyebabnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I-2024.

"Pelaksanaan APBN hingga 2024 semester I disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi APBN juga dalam hal ini badan anggaran juga melihat dan menyebutkan bahwa faktor tersebut memang mempengaruhi pelaksanaan APBN 2024," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran, Selasa (9/7/2024).

Faktor-faktor tersebut di antaranya, kondisi perekonomian Global yang masih lemah, kemudian suasana geopolitik dan interest rate atau suku bunga dari negara maju yang masih tinggi dalam jangka yang lebih panjang.

Dikutip dari paparan Menkeu, ia menyampaikan bahwa suku bunga the Fed bertahan di level 5,5% sejak Juli 2023 dan kebutuhan issuance utang AS yang melonjak tinggi hingga mencapai sekitar USD30 trilun dari sekitar USD10 triliun di masa pra-pandemi menyebabkan tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS.

Kemudian, tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS telah memberikan tekanan pada nilai tukar dan yield obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sepanjang Semester I 2024, Rupiah terdepresiasi sebesar 6% dari asumsi APBN 2025 (dari Rp15.000 menjadi Rp15.901)) sementara Yield SBN mengalami kenaikan sebesar 60 bps

Kendati demikian, Sri Mulyani menyebut pelaksanaan APBN Semester I-2024 dari sisi penerimaan dan belanja masih berjalan dengan baik. Pendapatan Negara selama Semester I 2024 tercatat sebesar Rp1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2% (yoy). Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

 

3 dari 4 halaman

Harga Komoditas Turun

Sementara PNBP mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5% (yoy). Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5% (yoy).

Di sisi lain, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11% (yoy). Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2% seiring dengan masih kuatnya aktifitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Q1yang mencapai 5,11%.

Penurunan PNBP terutama karena turunnya penerimaan SDA akibatturunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementa di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8% dengan membaiknya kinerja BUMN.

4 dari 4 halaman

Belanja Negara Berapa?

Adapun selama semester I 2024, belanja negara meningkat mencapai Rp1.398 triliun atau meningkat 11,3% (yoy).

Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetapmendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional.

"Kami juga dalam hal ini menyampaikan mengenai pelaksanaan baik dari sisi penerimaan maupun belanja dan terutama juga asumsi dasar yang menjadi landasan untuk penyusunan APBN 2024," pungkasnya.

Â