Sukses

Keluarga Penjudi Online Berhak Terima Bansos, Ini Penjelasannya

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, menjelaskan maksud pemberian bansos bagi para keluarga penjudi online.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, menjelaskan maksud pemberian bansos bagi para keluarga korban judi online.

Adapun pernyataan itu sebelumnya sempat diberikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, yang mengatakan keluarga korban yang alami kerugian akibat judi online tetap berhak mendapat bansos, asal sesuai ketentuan.

"Tapi maksud beliau pasti baik. Mungkin hanya dipahami dengan keliru," ujar Suharso saat dimintai keterangan soal perkataan Muhadjir di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

"Kalau memang mereka masuk dalam bagian kelompok penerima manfaat, ya tentu mereka orang yang eligible untuk mendapatkan itu," tegas dia.

Suharso lantas memaparkan indikator pemenuhan syarat bagi para penerima bansos, yang nantinya akan disempurnakan dalam data registrasi sosial ekonomi (Regsosek).

Data Regsosek ini nantinya dapat digunakan untuk menganalisa kondisi rumah beserta anggota rumah tangga guna memastikan bantuan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan mereka.

"Tentu ada pemeringkatan yang dilakukan pemerintah. Pemeringkatan ini termasuk misalnya daya belinya, dari jenis pekerjaannya, jam kerjanya, upah yang dia terima, lalu bagaimana rumah tangganya, seperti apa kondisi fisiknya, di dalam rumah itu ada berapa anggota rumah tangga, kondisinya kayak apa, disabilitas atau tidak, sekolah atau tidak, dan seterusnya," bebernya.

"Itu tentu tidak akan di-share kepada publik, karena itu adalah milik pemerintah. Tapi setidak-tidaknya kita bisa mengatakan dia eligible, yang ini tidak eligible," kata Suharso.

2 dari 3 halaman

80 Ribu Anak Indonesia di Bawah Usia 10 Tahun Jadi Pemain Judi Online

Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online Hadi Tjahjanto mengungkap, dua persen dari total pemain judi online di Indonesia ternyata anak-anak dibawah 10 tahun. Dua persen itu adalah sekitar 80.000 anak-anak.

"Korban yang ada di masyarakat, sesuai data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun itu ada 2 persen dari pemain. Total ya 80 ribu yang terdeteksi," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (19/6/2024).

Selanjutnya, ada 11 persen pemain judi online di rentang usia 10-20 tahun. Jumlah itu kurang lebih 440 ribu orang.

Sedangkan, 13 persen tercatat merupakan mereka yang berusia 21-30 tahun dengan jumlah 520 ribu.

Paling banyak terdeteksi pemain judi online ialah masyarakat usia 30-50 tahun, sebesar 40 persen atau berjumlah 1.640.000. Sisanya, 34 persen atau 1.350.000 orang adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun.

Hadi mengungkap, masyarakat yang bermain judi online rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah. Nilai transaksi judi online masyarakat menengah ke bawah dari Rp10 ribu sampai Rp 100 ribu.

Sedangkan, untuk kalangan menengah ke atas dari Rp10 ribu hingga mencapai Rp40 miliar.

"Ini rata-rata kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya 80 persen dari jumlah pemain 2,37 juta," ucapnya.

"Menurut data, untuk kluster nominal transaksi kelas menengah ke atas itu antara Rp 100 ribu sampai Rp 40 miliar," ujar Hadi.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Tiga Operasi Pemberantasan Judi Online

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sekaligus ketua Satgas Pemberantasan Judi Online mengungkap tiga tugas yang akan dilakukan pihaknya dalam waktu dekat. Pertama, Bareskrim Polri akan melakukan pembekuan terhadap rekening transaksi judi online.

"Dalam waktu dekat Minggu ini termasuk Minggu depan kita akan melaksanakan tiga operasi, tiga penegakan hukum yang harus segera diselesaikan," kata Hadi saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (19/6).

Gelar Rapat Perdana Hadi menuturkan, sesuai laporan PPATK bahwa ada 4 sampai 5 ribu rekening mencurigakan yang sudah di blok. Tindak lanjutnya, PPATK segera melapor ke penyidik Bareskrim Polri.

Setelah dilaporkan, maka penyidik Bareskrim akan membekukan rekening tersebut dan memiliki waktu 30 hari untuk mengumumkan terkait pembekuan rekening itu.

"Setelah 30 hari tidak ada yang melaporkan bahwa pembekuan rekening tersebut berdasarkan putusan pengadilan negeri aset uang yang ada di rekening itu akan kita ambil dan kita serahkan kepada negara," ucap Hadi.

Setelahnya, Bareskrim akan menelusuri pemilik rekening itu dan dilakukan pendalaman. Jika itu adalah bandar, maka diproses secara hukum.

"Setelah 30 hari pengumuman itu memang kita lihat kita telusuri maka pihak kepolisian juga akan bisa memanggil pemilik rekening dan dilakukan pendalaman dan di proses secara hukum bahwa nyata-nyata itu adalah pemilik dan mereka adalah bandar," ucap Hadi.