Sukses

Rupiah Kembali Melemah ke 15.463 per Dolar AS, Revisi PDB AS Jadi Penyebabnya

Analis pasar mata uang Lukman Leong memperkirakan, rupiah melemah terhadap dolar AS pascarevisi data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang lebih tinggi dari 4,9 persen menjadi 5,2 persen pada kuartal III 2023

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Kamis pagi ini. Pelemahan rupiah ini lebih disebabkan sentimen dari luar atau eksternal.

Pada Kamis (30/11/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah sebesar 68 poin atau 0,44 persen menjadi 15.463 per dolar AS dari sebelumnya 15.395 per dolar AS.

Analis pasar mata uang Lukman Leong memperkirakan, rupiah melemah terhadap dolar AS pascarevisi data Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang lebih tinggi dari 4,9 persen menjadi 5,2 persen pada kuartal III 2023

“Rupiah diperkirakan akan melemah oleh rebound pada dolar AS setelah revisi pada data PDB AS yang lebih tinggi. Rebound tidak besar, hanya 0,3 persen,” ujar dia dikutip dari Antara.

Selain itu, pelemahan rupiah dipengaruhi pidato Cleveland Federal Reserve President, Loretta Mester yang hawkish.

Mester mengatakan masih perlu bukti lebih banyak sebelum menyimpulkan bahwa inflasi telah berhasil diredam dan ekonomi masih tumbuh kuat.

Namun pelemahan akan terbatas, dengan investor cenderung wait and see menantikan data inflasi PCE (Personal consumption expenditures) AS malam ini.

"PCE inti diperkirakan akan naik 0,2 persen MoM (Month over Month) dan kenaikan pada YoY (Year on Year) sedikit lebih rendah dari 3,7 persen menjadi 3,5 persen,” ungkap Lukman.

Meninjau sentimen dalam negeri, pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan fundamental ekonomi Indonesia masih solid. Inflasi masih stabil dan neraca perdagangan masih surplus, sehingga memberikan sentimen positif ke rupiah.

Rilis data ekonomi Indonesia pada pekan ini baru akan keluar pada Jumat (1/12), yakni data inflasi yang diperkirakan akan lebih tinggi.

2 dari 3 halaman

Rupiah Dibikin KO Sama Suku Bunga The Fed sepanjang 2023

Sebelumnya, Ketua Umum Perbanas (Perhimpunan Bank Nasional), Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan perlunya mewaspadai dampak jangka panjang terkait tingginya suku bunga acuan bank sentral Amerika (The Fed Rate) tehadap perekonomian Indonesia.

Diketahui, tingginya suku bunga acuan Th Fed rate telah menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi selama tahun 2023 ini.

"Kita harus senantiasa waspada, karena apabila kondisi ini terus berlanjut akan ada potensi peningkatan risiko valas dan instabilitas sistem keuangan nasional yang dapat berujung pada pelemahan ekonomi Indonesia," kata Kartika dalam acara Perbanas: Memperkuat Ketahanan Domestik di Tengah Perlambatan Ekonomi Global yang hadir secara virtual, Kamis (23/11/2023).

Menurutnya, kewaspadaan itu muncul lantaran hingga kini belum terlihat adanya tanda-tanda penurunan suku bunga acuan The Fed. Hal tersebut berpotensi akan terus memicu pengetatan likuiditas global.

Selain itu, ditambah pada tahun 2024, Indonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.

Baginya, sebagian besar investor akan cenderung wait and see, hingga ada kepastian mengenai hasil kontestasi politik dan perubahan yang ditimbulkannya, seperti perubahan kebijakan dan regulasi dari rezim yang terpilih.

3 dari 3 halaman

Ambil Peluang

Lebih lanjut, pria yang biasa disapa Tiko ini mengatakan di tengah ketidakpastian baik di dalam negeri maupun secara global, terdapat urgensi untuk memahami bagaimana kondisi dinamika perekonomian global dan domestik. Sehingga dapat memaksimalkan peluang di tengah perlambatan global.

"Melalui acara Media Gathering ini kami harapkan dapat menjadi wadah yang baik dan tepat untuk berdiskusi, mendapat masukan, serta pandangan dari para panelis sehingga dapat mewujudkan perbankan yang lebih solid dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia," pungkasnya.