Sukses

Populasi Emerging Affluent di Indonesia Sentuh 9 Persen, Berpotensi jadi Penggerak Ekonomi

Temuan pada kelompok masyarakat baru di kawasan Asia Tenggara atau negara ASEAN yang dikenal sebagai emerging affluent, atau individu yang menjembatani kesenjangan antara orang kaya dan kelas menengah, dengan hasil dari tekad mereka merubah kehidupan menjadi lebih sejahtera.

Liputan6.com, Jakarta Institusi di bawah naungan perusahaan periklanan asal Jepang Hakuhodo Inc Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) meluncurkan hasil temuan dari riset terbarunya bertajuk Emerging Affluent: Discovering the Invisible Class in ASEAN pada Selasa, 1 Agustus 2023.

Studi riset ini menyoroti temuan pada kelompok masyarakat baru di kawasan Asia Tenggara atau negara ASEAN yang dikenal sebagai emerging affluent, atau individu yang menjembatani kesenjangan antara orang kaya dan kelas menengah, dengan hasil dari tekad mereka merubah kehidupan menjadi lebih sejahtera.

Riset ini dilakukan di enam negara ASEAN, yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura dengan metode survei kualitatif dan Kuantitatif, menganalisis lebih dalam terkait sikap dan perilaku masyarakat yang masuk dalam segmen emerging affluent .

Adapun kategori pada responden dalam riset tersebut yaitu laki laki dan perempuan di rentang usia 20 hingga 49 tahun.

Director of Hakuhodo International Indonesia & Institute Director HILL ASEAN, Devi Attamimi mengatakan, studi HILL ASEAN bertujuan membagikan pengetahuan baru dari adanya sebuah segmen yang sedang berkembang, yaitu hadirnya kekuatan kelas menengah untuk menjadi penggerak ekonomi di kawasan ASEAN.

"Itu tentunya menjadi segmen yang penting untuk dipahami para marketer. Karena belum terlalu banyak yang membahas. Tentunya kami merasa bahwa itu adalah sebuah tugas, untuk membagikan bahwa ada sebuah segmentasi yang berkembang dan penting sekali bagi banyak brand," ujar Devi kepada wartawan, di sela sela Forum HILL ASEAN ke-9 di Soehanna Hall, SCBD Jakarta pada Selasa (1/8/2023).

Adapun Ketua Hakuhodo International Indonesia, Irfan Ramli yang melihat bahwa besarnya peran dari kelompok emerging affluent terhadap pasar mungkin akan terasa kurang dari lima tahun ke depan, karena jumlah mereka yang terus tumbuh di kawasan Asia Tenggara.

"Hasil riset ini mungkin akan kerasa dua hingga tiga tahun lagi, bahwa kelas masyarakat emerging affluent yang baru ini adalah kelas masyarakat yang bagus untuk (menjadi target brand, bisnis, dan korporat)," jelasnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ketertarikan pada Sektor Ekonomi

Irfan menyarankan, Pemerintah dapat memulai untuk memanfaatkan kehadiran kelompok masyarakat ini dengan mencari tahu terlebih dahulu akan kebutuhan dan ketertarikan mereka di setiap sektor ekonomi.

Devi merinci, secara total, populasi emerging affluent di negara ASEAN mencapai 10 persen. Di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda, sekitar 9 persen.

"Dari 10 persen tersebut, mereka berkontribusi pada lebih dari 30 persen dari kekayaan rumah tangga karena tentunya mereka melakukan banyak pengeluaran. Diprediksi tahun 2030 mendatang, yang tidak lama dari sekarang, mereka akan tumbuh tiga kali lipat," beber Devi.

Jadi dalam waktu dekat perubahannya jauh akan melebihi kelas menengah dalam hal pengeluaran. Maka dari itu hal ini penting sekali untuk brand dan pemasar agar tidak melewatkan potensi tersebut," tambahnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Hasil Temuan HILL ASEAN Terkait Karakteristik Emerging Affluent

HILL ASEAN dalam studinya mengungkapkan, kelompok Emerging Affluent di ASEAN memiliki karakter tersendiri dalam hal latar belakang, sikap terhadap kehidupan, perilaku konsumen, hingga pendekatan terhadap media.

Hasil studi institusi itu menunjukkan, Emerging Affluent memiliki motif kuat untuk menjadi individu yang lebih sejahtera, dengan tekad dan dorongan untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Mereka percaya pada konsep bahwa upaya bukanlah satu-satunya hal yang menentukan namun selalu ada yang membantu dari berbagai sumber, termasuk pertolongan Tuhan dan kuasa semesta (an invisible hand), hingga mereka bisa mencapai status kehidupan saat ini. Perspektif ini membuat mereka tetap realistis dan rendah hati.

Sementara itu, dalam sikap terhadap kehidupan, emerging affluent memiliki strategis dalam berpikir dan berperilaku, serta memiliki rencana hidup yang realistis secara jangka panjang.

Selain itu, mereka juga berusaha mencari stabilitas dan membangun aset kehidupan secara horizontal. Memilih sikap sebagai "runner-up" untuk mengurangi tekanan tuntutan terhadap diri sendiri dan sebaliknya memaksimalkan potensi terbaik sesuai kecepatan dan kemampuan diri sendiri.

Terkait berperilaku sebagai konsumen, mereka juga tidak melulu mengambil keputusan belanja berdasarkan citra merek, dan lebih memprioritaskan manfaat fungsionalnya.

Uniknya, mereka juga bijak dalam menggunakan merek tertentu sebagai sebagai paspor sosial untuk membantu memperkuat status dan kepercayaan orang lain terhadap diri mereka.

Dalam pendekatan terhadap media, emerging affluent juga terampil dalam mengumpulkan informasi - khususnya yang terkait dengan keuangan - dan membaginya dengan orang lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.