Sukses

Menaker Tetapkan Upah Minimum Pekerja Migran di Arab Saudi Minimal Rp 5,9 Juta

Penempatan Pekerja Migran pada sektor domestik Arab Saudi, hanya dapat dilakukan melalui SPSK (sistem penempatan satu kanal).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi telah menyepakati Technical Arrangements, yang berfungsi sebagai pengaturan teknis pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) secara terbatas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau biasa dikenal dengan TKI, pada 11 Agustus 2022.

Penandatangan Technical Arrangement ini tidak mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan Penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara Kawasan Timur Tengah.

“Sampai sekarang kita belum mencabut penghentian dan pelarangan penempatan TKI pada pengguna perseorangan di Kawasan Timur Tengah,” kata Menaker dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/8/2022).

Menaker menegaskan, SPSK merupakan exit strategy Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang selama ini ada terkait penempatan di sektor domestik di Arab Saudi.

Adapun poin penting yang tertuang dalam TA SPSK, diantaranya, penempatan PMI pada sektor domestik Arab Saudi, hanya dapat dilakukan melalui SPSK (sistem penempatan satu kanal). Kemudian, Arab Saudi berkomitmen menghentikan kebijakan konversi visa WNI menjadi visa kerja pada sektor domestik Arab Saudi.

Selanjutnya, ada batas harga maksimum dari struktur biaya adalah sebesar 11.250 SAR (Saudi Arabia Riyal), yang wajib ditinjau tim Joint task force setiap tiga bulan atau sesuai keperluan.

Upah minimum bagi PMI adalah sebesar 1.500 SAR atau setara Rp 5,9 juta ( 1 SAR = Rp 3.900) yang besarannya dapat ditinjau dan disepakati kembali berdasarkan kebutuhan pasar. Serta telah diatur standar perjanjian kerja yang diantaranya telah mencakup hak dan kewajiban pemberi kerja dan PMI.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Poin Lainnya

Poin penting lainnya, yaitu telah diatur proyek percontohan SPSK Indonesia-Arab Saudi untuk penempatan PMI sektor domestik pada pengguna berbadan hukum (Syarikah):

- Jenis pekerjaan: pengurus rumah tangga, pengasuh bayi, juru masak keluarga, perawat lansia, supir keluarga dan pengasuh anak.

- Area kerja: Mekah, Jeddah, Riyadh, Madinah, Dammam, Dhahran, Khobar.

- Jumlah PMI yang ditempatkan sesuai kesepakatan bilateral.

- P3MI dan badan hukum yang terlibat harus memiliki izin.

- Proses perekrutan dan penempatan dilakukan untuk jangka waktu 6 bulan sejak penempatan pertama.

Poin selanjutnya, proyek percontohan SPSK Arab-Saudi dapat ditangguhkan atau diberhentikan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan oleh tim JTF. Dokumen TA SPSK Indonesia-Arab Saudi berlaku selama 2 tahun, dengan rincian 6 bulan untuk proses perekrutan dan penempatan, dan 18 bulan untuk proses persiapan dan evaluasi.

Sementara, poin lainnya, yaitu implementasi TA SPSK Indonesia-Arab Saudi didiskusikan dalam forum JTF setiap tiga bulan atau sesuai keperluan. Serta, evaluasi dilaksanakan dengan mengembangkan dan mengacu pada indikator kinerja utama yang sudah disepakati bersama dan ditetapkan dalam dokumen TA SPSK Indonesia-Arab Saudi.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Alasan Penghentian

Sebelumnya, tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 tahun 2015 tentang menghentikan dan melarang penempatan PMI terhadap pengguna perseorangan di Timur Tengah ada beberapa sebab.

“Jadi, yang harus di highlight adalah larangan terkait dengan penggunaan tenaga pengguna perseorangan di Kawasan Timur Tengah,” ujarnya.

Sebab pertama, yaitu belum adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan PMI di negara penempatan. Kedua, belum adanya mekanisme penyelesaian masalah PMI di negara penempatan.

Ketiga, banyaknya kasus yang terjadi di negara penempatan, lebih dari 60 persen kasus yang terjadi adalah PMI yang bekerja pada pengguna perseorangan. Keempat, adanya sistem kafalah pada pengguna perseorangan yang merugikan PMI.

Kelima, meningkatnya jumlah PMI yang tinggal tanpa tercatat. Keenam, meningkatnya jumlah PMI yang mendapatkan masalah.

Oleh karena itulah, Pemerintah Indonesia akhirnya menyepakati Technical Arrangements, yang berfungsi sebagai pengaturan teknis pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal Indonesia – Arab Saudi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.