Sukses

Dana PEN 2021 Hanya Terserap Rp 655,1 Triliun, Ini Peruntukannya

Pengeluaran terbesar kedua Dana PEN antara lain untuk klaster perlindungan sosial masyarakat terdampak pandemi gelombang varian delta.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun lalu tidak terserap maksimal.

Sepanjang tahun 2021, penyerapan dana PEN hanya Rp 655,1 triliun atau sekitar 87,96 persen dari alokasi yang dianggarkan Rp 744,8 triliun.

"Realisasi dana PC PEN tahun 2021 mencapai Rp 655,1 triliun atau 87,96 persen dari alokasi Rp 744,8 triliun," Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-26 di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Dana PEN tersebut dialokasikan untuk 5 kluster. Penyerapan dana terbesar dari kluster kesehatan yaitu Rp 198,1 triliun.

"Realisasi terbesar dari kluster kesehatan karena kita sedang dilanda pandemi dan tahun 2021 mengalami lonjakan kasus varian delta," kata bendahara negara ini.

Pengeluaran terbesar kedua untuk klaster perlindungan sosial (pelinsos) masyarakat terdampak pandemi gelombang varian delta. Dana PEN yang diserap mencapai Rp 167,7 triliun.

"Perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat Rp 167,7 triliun," kata dia.

Kemudian penyerapan di klaster usaha kecil, menengah (UMKM) dan koperasi sebesar Rp 106,2 triliun. Untuk klaster program prioritas sebesar R 105,6 triliun. Sedangkan kluster insentif usaha sebesar Rp 67,6 triliun.

"Program prioritas dan insentif usaha masing-masing Rp 105,6 triliun dan Rp 67,6 triliun," kata dia.

 

Reporter: Anisyah Alfaqir

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Dicecar Banggar karena Anggaran Rp 540 Triliun Tak Terserap

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mempertanyakan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengenai penyerapan anggaran yang tidak maksimal Anggota Banggar DPR Marwan Cik Hasan menjabarkan ada sisa dana PEN 2021 sebesar Rp 340 triliun yang tak terserap dan dana pemerintah daerah Rp 200 triliun mengendap bank.

"Artinya ada Rp 540 triliun uang yang tidak bergerak," kata Marwan di Badan Anggaran, Kompleks DPR, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Dia menyayangkan penyerapan anggaran oleh pemerintah yang masih belum maksimal. Padahal dana tersebut berasal dari pinjaman luar negeri dengan bunga yang tinggi.

"Ini harus jadi pembelajaran yang mahal buat Pemda, kenapa dana yang besar ini tidak menters dan disampaikkan ke rakyat padahal uang ini bisa jadi stimulus buat menggerakan ekonomi ditengah kondisi regional dna global saat ini," tuturnya.

Dia khawatir kehati-hatian pemerintah untuk mencairkan dana tersebut berbuah petaka. Anggaran pemerintah jadi tidak bisa langsung dinikmati masyarakat.

Dia tidak melarang pemerintah membuat kebijakan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran namun dia mengingatkan birokrasi yang berbelit bisa berdampak pada kondisi ekonomi yang masih dalam pemulihan.

"Ada masalah apa? Saringannya terlalu ketat dan rapat sehingga uang tidak menetes. Saya tidak sarankan kita awut-awutan tetapi jangan birokrasinya dibuat menyulitkan," kata dia.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Pembelaan Sri Mulyani

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyerapan dana PEN belum optimal karna pandemi semakin terkendali. Sehingga dari sisi anggaran terjadi perubahan yang cukup besar.

Pada sektor kesehatan misalnya, dana untuk vaksinasi dan biaya perawatan pasien Covid-19 semakin berkurang. Bahkan pemerintah sudah membayarkan tagihan dari sejak pertama kali terjadi pandemi hingga yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan di BPKP.

"uat biaya terapeutik ini sudah dibayarkan semuanya, termasuk yang sudah diperiksa BPKP dari mulai tahun lalu saat delta varian dan omicron," kata dia.

Selain itu, saat ini vaksin yang digunakan untuk masyarakat sebagian besar berasal dari hibah, sehingga anggarannya menjadi turun. Biaya perawatan pasien juga menurun padahal pemerintah menyiapkan anggaran yang besar untuk mengantisipasi kenaikan kasus yang signifikan.

"Waktu kita cadangkan ini dengan ekspetasi ada varian baru dan jumlah kasus varian omicron lebih cepat dan ternyata tidak. Pasien di rumah sakit juga tidak banyak jadi banyak sekali anggaran," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.