Sukses

Perpres 41 Tahun 2022 Jadi Penyelamat Permasalahan Ruang Laut di Natuna

Hingga saat ini masih banyak permasalahan yang terjadi di ruang laut di sekitar Natuna, baik terkait lingkungan hingga ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Perencanaan Ruang Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto, mengatakan hingga saat ini masih banyak permasalahan yang terjadi di ruang laut di sekitar Natuna, baik terkait lingkungan hingga ekonomi.

Hal itu disampaikan dalam Bincang Bahari “Strategi Pemanfaatan Ruang Laut di Perairan Natuna”, Selasa (31/5/2022).

Namun, dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Natuna-Natuna Utara, permasalahan ruang laut diyakini dapat diselesaikan atau dicegah secara bertahap.

“Adanya Perpres ini itu semua kepentingan tadi apakah untuk dan keamanan, TNI AL, untuk kegiatan perikanan dan sebagainya itu bisa kita kelola dengan baik Selaras ekonominya juga bisa berjalan secara sinergis, dan lingkungannya juga bisa sustain terjaga,” kata Suharyanto.

Selain itu, Perpres tersebut diyakini bisa memperkuat aspek pertahanan dan keamanan laut Indonesia. Sehingga wilayah yang diperebutkan oleh eksternal yakni negara lain, maka secara hukum atau secara pengelolaan, Indonesia bisa tunjukkan bahwa memiliki kekuatan.

Lebih lanjut, Suharyanto menjelaskan, permasalahan pertama terkait pencemaran air laut. Jika ruang laut yang intensif dikembangkan, namun tidak dikelola dengan baik pengaturan kebersihan dan lainnya, maka laut tersebut pencemarannya akan semakin banyak.

“Semakin padat peruntukannya itu juga akan memberikan aspek sampah dan sebagainya itu yang makin relatif banyak, dibanding dengan yang laut-laut yang mungkin tidak intensif pemanfaatannya dan ini juga akan menjadi bagian penting di dalam pemikiran Kenapa kita harus mengatur ini untuk pemanfaatannya nanti,” jelasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Degradasi Ekosistem

Permasalahan selanjutnya yakni degradasi ekosistem, diantaranya ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove, ekosistem pasir, dan lainnya. Jika ekosistem itu hancur, maka tidak akan terjadi migrasi biota laut seperti migrasi penyu, mamalia laut, dan sebagainya.

“Artinya kalau itu ekosistem hancur, seperti ini maka migrasi tadi tidak ada, karena tidak ada biotanya. Oleh karena itu, menjadi bagian penting bahwa perencanaan ruang laut yang ada di atas 12 mil itu mutlak harus memperhatikan dan menjaga juga ekosistem pesisir yang ada di bawah 12 mil,” ujarnya.

Tak hanya itu saja, permasalahan ruang laut dari segi sosial ekonominya juga ada, yakni nelayan kehilangan sumber daya, kehilangan ruang penghidupan, menyebabkan kemiskinan, pengangguran dan lainnya.

Sebab, semua permasalahan di ruang laut itu saling terkait. Jika laut ekosistemnya rusak, maka biota laut juga ikut hilang. Alhasil juga berpengaruh terhadap mata pencaharian nelayan, sehingga menimbulkan permasalahan baru dan terus berlanjut.

“Ini adalah persoalan persoalan sosial ekonomi yang muncul kalau di laut itu sudah tidak produktif orang gak bisa bekerja orang bisa nganggur dan ini juga menjadi persoalan bagi pemerintah. Oleh karena itu Perpres 41 ini bisa mencegah kemungkinan terjadi,” pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

Natuna akan Jadi Zona Tangkap Ikan Industri, Dijaga Ketat 24 Jam

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berencana menjadikan Laut Natuna sebagai salah satu zona perikanan industri. Dengan status ini maka akan ada berbagai kelebihan di perairan yang masuk kepulauan Riau ini.

Kelebihan dimaksud seperti pengawasan selama 24 jam di wilayah laut ini. "Sekarang memang ada pengawasan tapi tidak seperti ketika diterapkan penerapan pengawasan terukur dijalankan," jelas dia di Jakarta, Selasa (21/9/2021).

Dia mengungkapkan pengawasan dari udara, laut dan darat ini akan melibatkan lembaga lain. Selain PSDKP juga akan dibantu lembaga seperti TNI AL, Bakamla, Polisi Airud.

"Ini akan dikoordinasikan. Untuk itu Dirjennya ada yang Angkatan Laut karena itu ada unsur defense," jelas dia.

Trenggono meyakini dengan masuknya Natuna dalam zona perikanan akan terbentuk pengawasan seakan menjadi tembok pengamanan di laut ini. Sehingga akan sulit bagi pihak lain masuk ke wilayah ini.

"Di situ ibaratnya sudah terbentang tembok sangat jelas zona fishing industri yang tidak bisa diganggu. Masuk pun tidak mungkin seperti kejadian kemarin ada satu kapal tentara AL asing dan 2 kapal coast guard asing yang sempat dihalau kapal Orca kita," dia menegaskan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana menerapkan kebijakan yang mengatur atau membatasi penangkapan ikan di laut yang akan berlaku mulai Januari 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.