Sukses

Pakar Hukum: IPO Subholding Pertamina Sesuai Konstitusi dan Perundangan

Rencana IPO tersebut merupakan bagian dari transformasi dan tak ada yang inkonstitusional.

Liputan6.com, Jakarta Rencana Subholding Pertamina melantai di bursa saham (initial public offering/IPO) dinilai tidak melanggar konstitusi dan perundang-undangan. Sebab itu rencana IPO seharusnya tidak jadi persoalan  apalagi melakukan uji materi terhadap UU BUMN.

Ini diungkapkan Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra. Dia menyebut bahwa rencana IPO tersebut merupakan bagian dari transformasi dan tak ada yang inkonstitusional.

Transformasi melalui apapun, termasuk IPO, hanya alat dan bukan tujuan, lanjutnya, yaitu untuk membuat Pertamina semakin kuat dan besar, menjadi "perusahaan 100 miliar dolar AS" dalam waktu empat tahun ke depan.

"Karena itu, kata 'menguasai' dalam Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bukanlah tujuan, namun alat untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa pengertian 'dikuasai' itu sudah lebih dikuatkan dalam keputusan MK No. 002/PUU/2003," ujar dia seperti melansir Antara di Jakarta, Kamis, (16/7/2020).

Terkait Pasal 77 UU BUMN, Yusril menegaskan yang dimaksud larangan privatisasi persero tertentu adalah yang secara tegas dilarang dalam perundang-undangan. Dalam hal ini, UU Migas maupun ketentuan pelaksanaannya tidak mengatur larangan semacam itu.

"Apalagi yang dilakukan sekarang adalah restrukturisasi, belum privatisasi. Kalaupun privatisasi, nantinya juga bukan Pertamina-nya tetapi anak perusahaan Pertamina," tuturnya.

Bidangnya, selain biz Hulu, juga ada ada biz Refining dan Petchem, biz Commercial dan Trading, biz Power dan NRE, Shipping, dan juga gas yang sudah terlebih dahulu melalui PT PGN Tbk.

"Untuk itu, sejauh ini semua langkah yang telah dilakukan Pertamina terkait IPO Subholding adalah konstitusional, tidak melanggar hukum dan masih dalam trek yang seharusnya," ujar Yusril.

Sebelumnya, pakar hukum bisnis Ary Zulfikar juga menyatakan pembentukan holding sejalan dengan UU dan peraturan yang berlaku, mulai dari UUD 1945 hingga UU sektoral dan BUMN.

"Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh," katanya.

Apalagi, tambah dia, yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN sehingga akan membuat Pertamina lebih optimal.

 

 

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pendanaan

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, IPO adalah sebuah keniscayaan, yakni sesuatu yang mau atau tidak pasti akan terjadi sebab kalau Pertamina ingin menjadi world class players, itu tidak akan mungkin dengan dana sendiri.

Apalagi dengan kebutuhannya yang begitu besar, seperti yang disampaikan dalam paparan Dirut Pertamina Nicke Widyawati yakni sebesar USD 1,33 miliar.

Di lain pihak, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pasar modal menjadi salah satu strategi Pertamina untuk mendapatkan pendanaan.

Pertamina memerlukan 28 persen pendanaan dari eksternal dan project financing atau sekitar 49 miliar dolar AS hingga 2026.

"Opsi IPO dengan pertimbangan akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi oleh tenor, dan pengembalian atau dividen yang fleksibel. IPO merupakan salah satu bentuk metode pendanaan yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinasional," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pertamina merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bertugas mengelola pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia.

    Pertamina