Sukses

Produk Vitamin C Laris Manis Selama Pandemi Corona

Di tengah pandemi Covid-19 ini, permintaan terhadap Vitamin C melonjak tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan perusahaan BUMN farmasi memiliki stok yang cukup untuk memproduksi vitamin C. Dalam kondisi normal, sejumlah bahan baku yang dimiliki produsen obat plat merah dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Hanya saja, di tengah pandemi Covid-19 ini, permintaan terhadap Vitamin C melonjak tinggi.

"Bahan baku yang kita punya sudah lebih dari cukup, tetapi dalam kondisi seperti ini permintaanya jauh dari suplai," kata Honesti dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR-RI secara virtual, Jakarta, Selasa (21/4). Kondisi ini tidak terjadi hanya di Indonesia. Semua negara mengalami hal yang sama termasuk negara pengekspor bahan baku. Mereka bahkan mengurangi jatah ekspor bahan baku demi memenuhi kebutuhan ketahanan dan kesehatan nasional.

"Mereka juga melakukan pembatasan ekspor bahan baku karena untuk memenuhi ketahanan nasional kesehatan mereka sendiri," kata Honesti.

Seperti yang dilakukan oleh India. Saat ini India tidak mau merilis Hydroxychloroquine karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya.

Hal yang sama juga dilakukan sejumlah negara lain termasuk China dan Amerika. Jika kebutuhan negaranya sudah tercukupi, barulah bahan baku obat diekspor ke negara-negara yang membutuhkan, seperti Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahan Baku

Untuk mendapatkannya pun tidak mudah. Membutuhkan bantuan dari KBRI untuk negara setempat demi mendapatkan bahan baku tersebut.

"Kami membutuhkan bantuan dari KBRI untuk melobi pemerintah negara di sana agar memberikan kebutuhan terhadap ketahanan di sini terutama bahan baku obat dan alat kesehatan," ungkap Honesti.

Untuk itu, dia berharap industri farmasi saat ini bisa berkolaborasi dalam memproduksi bahan baku obat. Minimal bisa memproduksi bahan baku sendiri. Sehingga bisa mengurangi impor bahan baku obat-obatan.

"Kalau itu bisa dikurangi sampai 75 persen saja, memang ini butuh kerja sama dari departemen lain untuk memikirkan bagaimana produksi bahan baku sendiri," tutur Honesti.

Dia menambahkan, untuk produk suplemen atau vitamin, perusahaan holding farmasi BUMN baru bisa memenuhi 10 persen permintaan pasar. Sementara 90 persen lainnya masih dikuasai oleh industri farmasi swasta.

Selain itu, Honesti menyebut kelangkaan vitamin terjadi akibat adanya perusahaan yang jadi mafia. Dalam hal ini, perusahaan holding farmasi ingin mengambil kesempatan itu. Namun presentasi market yang ada tidak bisa dipenuhi semua oleh produsen obat negara.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini