Sukses

Ngerinya Krisis Ekonomi 1998, Rupiah Tembus Rp 16 Ribu per Dolar AS

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kementerian Keuangan Hadiyanto bercerita mengenai kondisi Indonesia saat dilanda krisis pada 1998. Saat itu, hampir semua komponen ekonomi makro melenceng bahkan Rupiah menyentuh level Rp16.000 per USD dan inflasi mencapai 78,2 persen.

"Luar biasa pengalaman saat itu. Pada saat itu inflasi bahkan mencapai 78,2 persen. Inflasi kemudian rupiah juga anjlok dari Rp 3.000 menjadi Rp 13 ribu bahkan sempat mencapai Rp 16 ribuan saat itu," ujar Hadiyanto di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (21/1).

Tidak hanya ekonomi makro, masalah yang lebih mengerikan adalah adanya persoalan sosial yang muncul dampak dari situasi yang makin sulit. Terutama di Jakarta sebagai ibu kota Indonesia.

 

"Finansial crisis kalau kita lihat flashback ke tahun itu Indonesia sangat mengerikan terutama di Jakarta berbagai kejadian krisis sosial. Puncak krisis itu, persis saya dilantik jadi Kepala Biro Hukum yang menengahi krisis ke depan," papar Hadiyanto.

Dia menambahkan, peringkat surat utang Indonesia saat itu sama sekali tidak memiliki harga dimata asing. Bahkan, saat krisis Indonesia harus menghadapi utang ganti rugi yang cukup besar karena beberapa kontrak untuk IPP dibatalkan.

"Peringkat surat utang tak ada harganya sama sekali. Kemiskinan mencapai 24,2 persen. IMF stop IPP, kontrak di stop. Kita menghadapi gugat dengan Independent Power Produsen. Kita harus mencicil utang karena membatalkan kontrak," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Nilai Tukar Rupiah Diprediksi Bakal Stabil di 2020

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah memprediksi kondisi kurs atau nilai tukar Rupiah akan stabil di 2020. Bahkan akan cenderung menguat.

Piter menjelaskan, kondisi tersebut sebagai salah satu dampak positif dari adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih akan terus berlangsung.

“Kondisi global karena ada perang dagang itu juga memunculkan peluang,” kata dia dalam acara Economy Outlook 2020, di Menara BCA, Jakarta, Jumat (18/10/2019).

Trade war yang berlarut-larut membuat pertumbuhan ekonomi dunia terus mengalami perlambatan. Untuk merespon hal tersebut, maka bank-bank sentral otomatis akan melonggarkan kebijakannya dengan cara menurunkan suku bunga acuan.

“Sehingga peluangnya di 2020 itu dengan lebih longgar tersebut maka kondisi likuiditas global lebih longgar. Ada peluang dana asing masuk ke kita,” ujarnya.

Dengan derasnya aliran modal asing masuk ke Indonesia, otomatis akan memperkuat posisi rupiah di pasar.

“Rupiah di tahun depan tekanannya berkurang,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

Defisit Neraca Perdagangan

Lebih jauhnya, kondisi rupiah yang stabil tersebut dapat membantu mempersempit defisit neraca perdagangan yang saat ini kian melebar.

“Kondisi kita kan mengalami defisit akibat (tekanan) global dan biasanya akan menghantam ke rupiah. Tapi alhamdulillah karena ada peluang tadi, aliran modal masuk (banyak) dan kita harapkan nilai tukar relatif terjaga pada 2020,” tutupnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengungkapkan kondisi Rupiah tetap stabil karena inflow atau aliran masuk ke Indoenesia terus bertambah.

Bank Indonesia (BI) mencatat aliran investasi asing ke instrumen portofolio pasar keuangan dalam negeri mencapai Rp195,5 triliun dari awal tahun hingga 10 Oktober 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.