Sukses

Awal Pekan, Rupiah Ditutup Melemah ke 13.644 per dolar AS

Sejumlah mata uang di Asia juga turut melemah di awal pekan ini seiring rilis data tenaga kerja AS membaik.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal pekan ini. Akan tetapi, rupiah dapat ditutup lebih baik dari awal sesi kembali ke level 13.600 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg,  rupiah dibuka di level 13,712 per dolar AS, dan akhirnya ditutup ke level 13.644 per dolar AS pada Senin (9/11/2015). Akan tetapi, rupiah ditutup melemah 80 poin dari penutupan perdagangan Jumat 6 November 2015 di kisaran 13.644 per dolar AS. Rupiah bergerak di kisaran 13.633-13.730 sepanjang hari ini.

Demikian juga dengan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Rupiah melemah 137 poin menjadi 13.687 per dolar AS pada perdagangan 9 November 2015 dari periode Jumat 6 November 2015 di level 13.550 per dolar AS.

Pada awal pekan ini, nilai tukar mata uang di Asia cenderung melemah. Mata uang Malaysia Ringgit dan mata uang Korea Selatan Won mencatatkan penurunan terbesar.Ringgit turun 1,4 persen, dan mencatatkan penurunan terbesar dalam dua bulan. Ringgit melemah 20 persen, dan mencetak penurunan terburuk di Asia. Sedangkan Won Korea Selatan melemah 1,3 persen.

Penurunan mata uang di Asia ini dipicu dari data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang membaik. AS mengumumkan data tenaga kerja AS tumbuh 271 ribu pada Oktober, dan angka ini melebihi harapan para ekonom.

Rilis data tenaga kerja menjadi salah satu indikator bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga pada Desember 2015 telah membuat para pelaku pasar khawatir. Hal itu juga membuat dolar AS menguat. Selain itu, rilis data ekonomi China juga menambah tekanan ke mata uang di Asia.

"Data ekonomi China melemah akan menekan mata uang dan harga komoditas termasuk mata uang Asia dalam beberapa bulan mendatang. Apalagi ada lebih banyak ruang untuk dolar AS reli dengan peluang 70 persen kalau bank sentral AS akan menaikkan suku bunga pada Desember 2015," ujar Joseph Capurso, Analis Commonwealth Bank of Australia. (Ahm/Igw)