Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Rini Soemarno mengisyaratkan tidak boleh ada yang mencampuri urusan penanganan dan manajemen PT Garuda Indonesia Tbk selain Menko Perekonomian. Ini mengingat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertindak selaku pemegang saham perusahaan milik negara dan Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham.
"BUMN itu (Garuda) jelas di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian," tegas Menteri Rini, seperti dikutip dari Antara, Jumat (14/8/2015).
Pernyataan Rini ini sebagai respons permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang meminta pemerintah selaku pemegang saham PT Garuda Indonesia untuk membatalkan pembelian pesawat jenis airbus A350. Langkah tersebut diambil supaya pemerintah tidak menderita rugi.
Advertisement
Namun lebih lanjut Rini mengaku belum mendengar secara langsung pernyataan Menko Maritim Rizal Ramli itu. "Apa dasarnya (Rizal Ramli) bicara seperti itu? Apa dasarnya cancellation (pembatalan) itu?. Saya rasa, janganlah bicara tanpa dasar. Segala sesuatunya bicara itu harus dengan dasar atau jangan sembarangan," tegas Rini.
Ia menjelaskan, Garuda Indonesia adalah perusahaan publik yang harus bertanggungjawab kepada masyarakat luas. Saat ini Garuda sedang mengembangkan usaha sehingga penanganan harus dilakukan secara menyeluruh.
"Apa-apa yang akan dilakukan di Garuda, tentu tidak bisa langsung diputuskan begitu saja. Harus ada dasar atau tidak sembarangan bicara," tegas dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli melontarkan permintaan untuk membatalkan pembelian pesawat jenis airbus A350 pada Kamis (13/8/2015). Langkah tersebut diambil supaya pemerintah tidak menderita rugi.
"Beberapa minggu lalu saya ketemu Presiden saya minta tolong. Saya tidak ingin Garuda Indonesia bangkrut lagi karena sebulan lalu pinjam US$ 44,5 miliar dari China Aviation Bank untuk membeli Airbus A350 sebanyak 30 buah," kata dia.
Dia menuturkan, pesawat itu hanya cocok untuk penerbangan jarak panjang seperti Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa. Padahal, tingkat keterisian untuk rute tersebut minim.
"Itu hanya cocok Jakarta- Amerika dan Jakarta-Eropa. Pengalaman Garuda selama ini punya Jakarta-Amsterdam dan Jakarta-London penumpangnya 30 persen," tutur Rizal.
Berkaca pada pengalaman rekan sewilayah Singapore Airlines yang memiliki rute sama. Dia mengatakan maskapai tersebut juga mengalami rugi. "Saya katakan pada Presiden, 'Mas Singapore Airlines sekarang babak belur," kata Rizal Ramli.
Karena itu, pihaknya meminta membatalkan pembelian tersebut dan fokus untuk penerbangan domestik dan Asia. "Saya minta batalkan pembelian itu ganti pesawat lebih rendah kelasnya. Kita kuasai dulu pasar domestik," ujar Rizal.(Ant/Nrm)