Sukses

Pemerintah Desak OJK Pantau Utang Emiten

Pemerintah mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mengevaluasi utang luar negeri (ULN) dan kemampuan bayar perusahaan swasta.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mengevaluasi utang luar negeri (ULN) dan kemampuan bayar perusahaan swasta. Pasalnya Debt Service Ratio (DSR) ULN swasta yang mencapai 48,6% atau telah melampaui DSR utang pemerintah sebesar 4,1%.

DSR adalah jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor. Jika DSR semakin besar, maka beban utang luar negeri semakin berat dan serius.

Wakil Menteri Keuangan I, Anny Ratnawati mengungkapkan, DSR menjadi panduan pemerintah ke depan untuk kembali melihat komposisi utang dari swasta dan pemerintah.

Dia mengakui, utang pemerintah sangat jelas karena mempunyai mekanisme transparan, reprofiling, pembelian kembali (buy back) sampai waktu penerbitan utang tersebut.

"Yang perlu kita lihat adalah ketika swasta melakukan pinjaman luar negeri, sejauh mana utang ini diinvestasikan pada bisnis mereka. Ini yang harus dimonitor, kemudian nanti link-nya bisa kerjasama dengan OJK, selain Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia," jelasnya di Jakarta, Senin (24/2/2014).

Perlunya menggandeng OJK, kata Anny, karena utang luar negeri banyak berasal dari perusahaan-perusahaan terbuka (go public) atau yang juga disebut emiten, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan dan sebagainya.

Artinya, lanjut dia, pemerintah dan BI harus memperkuat komunikasi dengan OJK mengingat regulator ini mempunyai basis data industri keuangan dan non keuangan, termasuk perusahaan yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dengan begini, Anny mengaku, OJK dapat melakukan mitigasi dari dampak utang masing-masing perusahaan karena berkaitan dengan keuangan perusahaan itu.

"OJK sudah melakukan review sekarang. Mereka memitigasi perkembangan utang dan kemampuan membayar masing-masing perusahaan. Jadi komunikasi ini harus lebih baik ke depan," ucap dia.

Namun demikian, Anny optimistis, utang luar negeri tersebut tidak mengancam ekonomi domestik. Hanya saja dia berpesan, supaya pemerintah, BI dan OJK dapat merapikan kembali utang-utang luar negeri swasta.

"Saya minta kerja sama tiga lembaga ini untuk memitigasi, kemudian mereview termasuk apakah swasta yang memiliki utang baik luar negeri ataupun domestik, memiliki kemampuan membayar, kan bisa dilihat dari laporan keuangan mereka," tandas Anny.

Sebelumnya, BI mencatat DSR utang Indonesia sudah mencapai sebesar 52,7% di kuartal IV 2013. Angka ini melonjak  tinggi dibandingkan periode yang sama 2012 sebesar 34,95%.

Menurut Kepala Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty, DSR tersebut terdiri dari DSR pemerintah 4,1%, dan DSR swasta sebesar 48,6% yang berasal dari pembayaran ULN swasta sebesar US$ 27,9 miliar.

Hendi mengakui, penyebab peningkatan tersebut karena sumber penerimaan luar negeri dari ekspor barang, ekspor jasa, penerimaan pendapatan, dan transfer mengalami perlambatan sebesar 2,4%. Sedangkan pembayaran ULN naik 37,1%.

"Sebagian pembayaran ULN terkait juga dengan aktivitas impor minyak dalam rangka memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional," kata Hendy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini