1 Juta Lebih Penduduk Indonesia Berisiko Alami Gangguan Jiwa

Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 terdapat 1.093.150 penduduk Indonesia berisiko skizofrenia

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 30 Agu 2013, 13:00 WIB
Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 terdapat 0,46 persen dari total populasi Indonesia atau setara dengan 1.093.150 penduduk Indonesia lainnya yang berisiko tinggi mengalami skizofrenia.

Demikian diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan Prof. Ali Ghufron Mukti, juga pada peluncuran kampanye "Lighting the Hope for Schizophrenia" di Jakarta beberapa waktu lalu.

Namun sangat disayangkan karena dari sekitar satu juta orang yang berisiko tinggi menderita skizofrenia, hanya 38.260 orang saja yang terlayani dengan perawatan memadai di Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum, maupun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
     
"Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penyakit ini, merupakan salah satu kendala yang menyebabkan penderita tidak bisa ditangani dengan benar seperti dirawat di pusat pelayanan kesehatan," kata Ali.
     
Padahal bila ODS (orang dengan skizofrenia) tidak segera mendapatkan pengobatan dan terapi yang tepat, kondisinya akan semakin memburuk dan risiko terjadinya kerusakan otak permanen juga menjadi semakin besar.
     
Gejala skizofrenia biasanya memang muncul pada masa remaja atau dewasa muda, walaupun ada juga yang baru muncul pada orang usia di atas 40 tahun. Ini menjelaskan bahwa skizofrenia lebih banyak menyerang usia dewasa muda di mana itu merupakan masa produktif, sehingga penyakit ini secara langsung memberikan kontribusi terhadap penurunan produktivitas bangsa.
     
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi) Dr. Bambang Eko Sunaryanto, SpKJ memaparkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2010 tentang Global Burden Disease, dijelaskan bahwa penyakit kesehatan jiwa termasuk dalam salah satu jenis penyakit yang menimbulkan beban bagi Negara secara global.
     
"Tidak hanya bagi negara, namun ini juga akan membebani penderita dan keluarganya," ujar Bambang.
     
Bambang mengemukakan bahwa penderita skizofrenia akan mengalami hambatan pada perkembangan kariernya, karena banyak penderita yang pada akhirnya harus berhenti bekerja akibat penyakit ini.

Sementara itu, keluarganya juga harus memberikan pengawasan secara intensif, setidaknya 15 jam setiap minggu. Menurut Bambang hal ini akan membuat pihak keluarga merasa lelah dan akan mengganggu pekerjaan serta kehidupan berkeluarga.

(Abd)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya