Ganjar Pranowo: Belajar dari Pandemi, Indonesia Butuh Kawasan Industri Kesehatan

Capres dari PDIP, Ganjar Pranowo membahas urgensi dibentuknya kawasan industri kesehatan di Indonesia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Okt 2023, 13:30 WIB
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo, mengaku tak khawatir dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. (Delvira Hutabarat).

Liputan6.com, Jakarta Capres dari Partai PDIP, Ganjar Pranowo membahas urgensi dibentuknya kawasan industri kesehatan di Indonesia.

“Indonesia perlu kawasan industri kesehatan. Ke depan, belajar dari pengalaman COVID-19 kemarin, kolaborasi antar negara diperlukan untuk itu (kawasan industri kesehatan,” ungkap Ganjar dalam kegiatan 11th US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental, Selasa (24/10/2023).

“Sehingga tidak terjadi kepanikan kolekif yang membuat (kebutuhan layanan kesehatan) tidak tertangani dengan baik. Indonesia membutuhkan itu,” katanya.

Ganjar pun membeberkan contoh perusahaan kesehatan yang bisa diajak kerja sama dengan Indonesia, yaitu Pfizer, Johnson&Johnson dan Merck.

“Beberapa peneliti Indonesia kemarin menyampaikan kepada Saya bahwa hasil risetnya sudah ada. Ketika ini diberikan kepada Pemerintah, maka potensi sudah ada, aktor, lembaga, yang sudah bisa mengeksekusi juga ada. Dukungan keuangannya tinggal disiapkan,” sebutnya.

“Pertanyaannya cuman satu, kenapa tidak dilakukan? maka dari itu, hal ini menjadi kesempatan kolaborasi yang bisa kita lakukan,” imbuh Capres Ganjar, dalam pidatonya di hadapan pejabat Kamar Dagang Amerika Serikat di Indonesia.

2 dari 3 halaman

3 Tantangan Utama Transformasi Ekonomi Hijau di Indonesia

Pemerintah optimistis produk-produk hilirisasi lanjutan juga dapat menopang daya saing produk ekspor Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hasil riset Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) menunjukkan bahwa ada tiga tantangan utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia, yaitu regulasi yang belum memberikan kepastian hukum, kelembagaan yang masih tumpang tindih, dan alokasi pendanaan hijau yang belum menjadi prioritas dalam APBN ditambah dengan sistem evaluasi finansial yang belum transparan.  

Analis Ekonomi Politik LAB 45, Rionanda Dhamma Putra menyatakan bahwa kajian yang dilakukan berfokus kepada alasan di balik tantangan tersebut dan cara yang dapat ditempuh untuk diatasinya, termasuk bentuk konkret dari proyek yang dapat dilakukan untuk mempercepat jalan Indonesia menuju ekonomi hijau.

“Indonesia perlu bergerak dari posisi pendanaan tidak optimal dan regulasi-kelembagaan yang tidak efektif pada tahun 2022 menuju posisi pendanaan optimal dan regulasi-kelembagaan efektif pada tahun 2045. Kita hanya punya waktu hingga tahun 2030 untuk melakukan gerakan itu,” ungkapnya dikutip Minggu (22/10/2023).

Di sisi rekomendasi kebijakan, riset LAB 45 memberikan masukan berupa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Ekonomi Hijau, penataan kembali sektor-sektor prioritas, pengalihan subsidi BBM menuju mobilitas umum, dan penentuan megaproyek Hijau secara spesifik dengan memberikan Pumped Hydro Energy Storage (PHES) sebagai contoh.

Kemudian, Curriculum Mentor and Advisor Think Policy, Nariswari Nurjaman menambahkan mengenai bagaimana pengukuran kinerja ekonomi yang ada saat ini, seperti pertumbuhan PDB belum memasukkan elemen kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam.

Inilah yang membuat perombakan headline figures yang dipakai untuk menilai kinerja perekonomian diperlukan untuk memasukkan kesadaran akan keberlanjutan di masyarakat.

“PDB Indonesia terlihat besar saat ini, namun belum dapat mencerminkan komitmen nasional dalam menjaga lingkungan, sehingga perlu bagi kita untuk mengubah paradigma kita dalam mengukur kinerja ekonomi demi menyusun strategi yang lebih komprehensif untuk menyongsong transisi ekonomi hijau,” jelas Nariswari.

 

3 dari 3 halaman

Indonesia Emas 2045

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, Ketua Career Development and Alumni Centre (CDAC) UMSU, Sukma Lesmana menjelaskan bagaimana tren akuntansi kontemporer memasukkan aspek Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG) ke dalam pelaporan keuangan. Dia memaparkan bahwa tren ESG yang ada saat ini memungkinkan transformasi ekonomi hijau untuk berlangsung secara kolaboratif di antara sektor publik dengan sektor swasta.

“Keberadaan ESG membuat praktik akuntansi saat ini memberikan bobot yang makin besar akan pelaporan dan penghitungan dampak lingkungan dari operasional sebuah perusahaan,” katanya pada kesempatan tersebut.

Maka dari itu, seminar ini menyajikan perspektif dari ilmu ekonomi, akuntansi, dan kebijakan publik mengenai bagaimana Indonesia dapat meniti jalan transformasi ekonomi hijau untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

 

 

 

Infografis Ragam Tanggapan Nama Mahfud Md Menguat Jadi Cawapres Ganjar Pranowo. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya