Jokowi Ganti Dubes AS Lagi, Ada Strategi Apa?

Rosan Roeslani adalah dubes RI di Amerika Serikat yang ketiga dalam empat tahun terakhir

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2023, 08:00 WIB
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Presiden AS Joe Biden (keempat kiri) dan Pemimpin Asia Tenggara dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) selama foto keluarga untuk KTT Khusus ASEAN-AS di Halaman Selatan Gedung Putih di Washington, DC pada 12 Mei 2022. (Drew Angerer/Getty Images/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha Rosan Roeslani baru-baru ini dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai wakil menteri BUMN. Rosan pun harus kembali dari Washington DC dan melepas jabatannya sebagai duta besar Amerika Serikat. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (19/7/2023), Rosan Roeslani baru menjabat sebagai dubes pada 25 Oktober 2021. Ia merupakan duta besar ketiga dalam empat tahun terakhir yang tidak menyelesaikan masa jabatannya secara penuh.

Umumnya masa jabatan seorang duta besar berkisar antara tiga hinga lima tahun, tergantung kebutuhan dan berbagai pertimbangan lain.

Pendahulu Rosan, Muhammad Lutfi, hanya menduduki posisi yang sama selama kurang lebih tiga bulan, yaitu pada 14 September-23 Desember 2020. Lutfi kemudian ditarik pulang dan diangkat menjadi menteri perdagangan.

Pendahulu Lutfi, Mahendra Siregar, menjabat selama sembilan bulan, antara 7 Januari – 25 Oktober 2019. Ia ditarik pulang dan diangkat menjadi wakil menteri luar negeri dan kemudian menjadi ketua Otoritas Jasa Keuangan.

Hubungan Diplomatik Bukan Bisnis

Pengamat hubungan internasional di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan ia memahami rotasi yang begitu cepat itu karena adanya kebutuhan di dalam negeri. Tetapi ia mempertanyakan faktor membangun jaringan (networking) dengan pejabat dan institusi di negara penempatan, yang tidak bisa dilakukan dalam periode singkat, terlebih dengan kultur diplomasi yang jauh berbeda.

"Ketika mereka ditarik ke Indonesia untuk memegang jabatan, katakanlah pejabat teras negara, artinya apakah pada misi sebelumnya, mereka sudah bisa membangun hubungan kelembagaan? Ini yang memang menjadi tanda tanya. Walaupun saya melihat secara pribadi mereka sudah punya cukup jejaring bisnis, tapi persoalannya adalah apakah ketika mereka menjabat dalam waktu yang singkat itu, Indonesia secara diplomatik sudah cukup bisa membangun hubungan dengan Amerika, itu menjadi sebuah persoalan tersendiri," kata Nanto.

Empat tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia dinilai konsisten menempatkan orang dengan latar belakang ekonomi dan bisnis yang kuat untuk menjadi duta besar Indonesia untuk Amerika.

Tetapi rekam jejak tokoh-tokoh itu dan target memperkuat hubungan ekonomi dengan Amerika tampak sirna dengan rotasi berulang kali ini, tambah Nanto.

Dia menekankan membangun hubungan diplomatik antar pemerintahan tidak dapat disetarakan dengan membangun hubungan bisnis di tingkat perusahaan antar dua negara.

 

2 dari 2 halaman

Hak Prerogatif Presiden

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Rapat Terbatas Evaluasi Pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 28 November 2022. (Dok Humas Sekretariat Kabinet RI)

Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional di Universitas Padjadjaran menilai faktor Amerika sebagai negara adidaya yang sudah menjalin hubungan dengan Indonesia selama hampir 75 tahun, berperan besar dalam sejarah pembangunan dan mendorong perekonomian, tentunya menjadi salah satu pertimbangan ketika memilih diplomat tinggi yang mewakili kepentingan pemerintah dan rakyat Indonesia di sana. Oleh karena itu ia merasa heran dengan rotasi yang demikian cepat dalam beberapa tahun terakhir ini. Meskipun demikian ia tidak menjawab ketika ditanya apakah hal ini karena salah strategi.

"Saya perhatikan mereka yang sudah pernah ditempatkan di Amerika Serikat tersebut, pulang dapat jabatan lain di esksekutif. Mungkin Pak Jokowi ingin membuktikan kepada Amerika bahwa mantan para dubes kami memilii visi, misi, strategi, dan tujuan yang sesuai dengan pemahaman Anda (Amerika)," ujar Rezasyah. 

Proses Pemilihan Dubes 

Proses pemilihan seorang duta besar umumnya tidak mudah karena ada pertimbangan soal rekam jejak sebelumnya, atau faktor pembekalan atas negara penempatan. Seorang calon duta besar juga harus menjalani pelatihan selama dua bulan di dalam negeri, lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR, dan terbukti memiliki kinerja luar biasa.

Setelah seorang duta besar dipilih dan dikirim ke negara penempatan, dibutuhkan waktu sedikitnya satu setengah bulan untuk mempelajari sistem di kantor kedutaan terkait. Setelah itu, tambah Rezasyah, dengan giat duta besar baru akan mempelajari praktik terbaik dari duta-duta besar sebelumnya, membuat jaringan bilateral tambahan, memperkuat hubungan sesama duta besar ASEAN dan duta besar asing lainnya di Amerika, dan tentunya pejabat dan entitas lain di negara bersangkutan.

Jika yang dipilih adalah seorang diplomat karir, ujarnya, maka ia sudah mengikuti pelatihan dan memiliki pengalaman di dalam dan luar negeri sebelum ditunjuk. Ia mencontohkan Dino Patti Djalal dan Soemadi Brotodiningrat sebagai duta besar Indonesia untuk Amerika yang berhasil.

Sejak penunjukkan Ali Sastroamidjojo sebagai duta besar pertama Indonesia untuk Amerika pada Februari 1950, yang menjabat selama tiga tahun, rata-rata masa jabatan duta besar Indonesia untuk Amerika adalah empat hingga lima tahun. Moekarto Notowigdo memiliki masa jabatan terlama yaitu tujuh tahun, sementara yang paling singkat adalah Muhammad Lutfi yaitu kurang dari tiga bulan.

VOA berupaya menghubungi beberapa pejabat Kementerian Luar Negeri, yang menolak memberi komentar karena menilai hal ini bukan merupakan kewenangan mereka.

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya