Pengamat: Putusan MK Tolak Gugatan Komcad Tepat dan Bijak

Khairul menyampaikan bahwa salah satu yang diatur dalam UU PSDN adalah pengelolaan Komponen Cadangan. Komponen ini disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 01 Nov 2022, 14:54 WIB
Komponen Cadangan

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN), sudah tepat dan bijak.

Gugatan tersebut meminta penundaan pelaksanaan rekrutmen komponen cadangan (komcad) yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2019.

"Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) itu sudah cukup tepat dan bijak," kata Khairul kepada wartawan, Selasa (1/11/2022).

Menurut dia, perang harus diasumsikan selalu mungkin terjadi. Khairul mengatakan upaya pencegahan dan antisipasi atas ancaman perang dilakukan di masa damai.

"Upaya itu memerlukan pembangunan postur pertahanan ideal yang bertumpu pada pemenuhan standar efek deteren, menuntut terwujudnya modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) serta pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara efektif dan efisien," jelasnya.

Khairul menyampaikan bahwa salah satu yang diatur dalam UU PSDN adalah pengelolaan Komponen Cadangan. Komponen ini disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.

"Jadi, selaras dengan konsepsi pertahanan negara yang bersifat semesta, Komcad disiapkan di masa damai untuk kemudian dapat dimobilisasi sewaktu-waktu ketika terjadi perang, yang dalam UU disebutkan sebagai ancaman militer dan hibrida," tutur Khairul.

Dia menyebut penggunaan kata "wajib" dalam konteks komponen cadangan  tidak dapat disamakan dengan "wajib militer". Sebab, kata "wajib militer" merujuk pada keikutsertaan warga negara dalam Komponen Utama yaitu TNI secara wajib.

"Sampai saat ini, soal wajib militer sebagaimana tercantum UU 3/2002, belum memiliki UU yang mengatur pelaksanaannya," ujar dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan provisi uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) yang meminta penundaan pelaksanaan rekrutmen komponen cadangan (komcad) yang diatur dalam UU tersebut.

"Tidak terdapat urgensi untuk menunda pelaksanaan UU 23/2019," ucap Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan uji materi UU PSDN dengan perkara Nomor 27/PUU-XIX/2021, Senin (31/10/2022).

Arief menjelaskan, ketidakadaan alasan menunda rekrutmen komcad karena para pemohon tidak mengajukan bukti kuat serta dampak negatif yang ditimbulkan dalam tahap perekrutan tersebut.

"Para pemohon tidak mengajukan bukti yang kuat berkaitan dengan perekrutan komponen cadangan serta dampak negatif yang ditimbulkan oleh perekrutan dimaksud," demikian putusan MK yang dibacakan oleh Hakim MK Arief Hidayat.

 

2 dari 2 halaman

Khawatir Kekosongan Hukum

Deddy Corbuzier dilantik jadi Komponen Cadangan (Komcad) TNI. (Sumber: Instagram/mastercorbuzier)

Arief melanjutkan, bahwa apabila pelaksanaan UU tersebut ditunda maka malah akan terjadi kekosongan hukum.

"Justru dapat terjadi kekosongan hukum dalam pengelolaan sumber daya nasional untuk mewujudkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, terutama dalam mempersiapkan pengadaan komponen cadangan yang terlatih, apabila suatu waktu dibutuhkan ketiga negara berada dalam keadaan terancam," ucap dia.

"Oleh karenanya dibutuhkan komponen cadangan yang siap sedia, baik dari segi kemampuan dasar militernya maupun kemampuan kesediaan ketika terjadi ancaman," sambung Arief.

Infografis Belanja Alutsista ala Menhan Prabowo (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya