Menakar Prospek Saham Properti Usai Insentif Pajak Berakhir

Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, kinerja sektor properti akan tertekan jika insentif PPN DTP tidak diperpanjang.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 11 Okt 2022, 06:00 WIB
Pengunjung berdiri dekat maket hunian yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Minggu (15/5/2022). Tahun ini, Indonesia Property Expo atau IPEX 2022 menargetkan mayoritas konsumen dari kaum milenial dan first-home buyers dan menghadirkan lebih dari 225 proyek properti dari pengembang pilihan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Analis menilai insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang berakhir pada 30 September 2022 akan berdampak terhadap kinerja emiten properti. Jika insentif tersebut tidak diperpanjang, berpotensi menekan kinerja emiten properti.

Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, kinerja sektor properti akan tertekan jika insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP)  tidak diperpanjang. 

“Seandainya insentif tidak diperpanjang tentu akan menekan kinerja sektor properti, apalagi suku bunga acuan juga telah naik. Tetapi saat ini kita masih menunggu kebijakan pemerintah apakah akan memperpanjang insentif pajak," kata Jono Syafei kepada Liputan6.com, Senin (10/10/2022).

Jono menuturkan, dampak terhadap emiten akan mulai terlihat pada tahun depan ketika suku bunga acuan naik lebih tinggi dari saat ini.

"Dampaknya akan mulai terlihat di tahun depan ketika suku bunga acuan sudah naik lebih tinggi lagi, relaksasi LTV (loan to value) sudah dicabut dan insentif pajak tidak diperpanjang atau dikurangi,” kata dia.

Kemudian, ia juga menjelaskan terkait strategi saham properti dalam jangka panjang, salah satunya investor dapat melihat emiten yang memiliki neraca kuat.

"Strategi untuk saham properti dalam jangka panjang investor bisa melihat emiten yang memiliki neraca kuat, produknya terdiversifikasi baik secara jenis dan lokasi  dan memiliki pendapatan berulang yang kuat, serta memiliki diskon besar terhadap nilai asetnya,” ujar dia.

Untuk rekomendasi sahamnya, Jono memilih saham antara lain PT Ciputra Development Tbk (CTRA).

“Untuk properti sendiri kita merekomendasikan CTRA dengan target 1.300,” imbuhnya.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 4 halaman

Sentimen Suku Bunga hingga Harga Komoditas

Pengunjung mendapat penjelasan mengenai hunian saat pameran Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Minggu (15/5/2022). Indonesia Property Expo atau IPEX 2022 dilaksanakan pada 15 hingga 22 Mei mendatang. Pameran tersebut melibatkan 41 developer/pengembang yang terdiri dari 11 pengembang subsidi dan 30 pengembang non subsidi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, saham emiten properti disebut masih menarik untuk dicermati, kendati saat ini terjadi kenaikan suku bunga dan harga komoditas.

Analis Trimegah Sekuritas Kharel Devin Fielim mencermati, marketing sales atau prapenjualan emiten properti masih cukup kuat hingga paruh pertama tahun ini.

Sebagai perbandingan, Kharel menyebut kinerja pra penjualan empat emiten properti, antara lain PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) masih dalam tren tumbuh, meski belum mencapai angka prapenjualan tertinggi pada tahun sebelumnya.

"Pra penjualan BSDE, CTRA, SMRA, dan PWON dari Januari sampai Juni 2022 masih menunjukkan pertumbuhan. Padahal tahun kemarin itu pencapaian tinggi sekali. Investor mengira para developer properti ini bisa mencapai pra penjualan yang solid juga seperti tahun kemarin atau bahkan tumbuh,” kata dia dalam webinar Indonesia Investment Education, Sabtu (17/9/2022).

 

 

3 dari 4 halaman

Katalis Positif dari Harga Komoditas

Maket rumah yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam paparannya, BSDE mencatatkan marketing sales sebesar Rp 4,8 triliun pada semester I 2022, naik dari Rp 4,5 triliun pada semester I 2022. Sementara realisasi marketing sales sepanjang tahun lalu mencapai Rp 7,7 triliun.

Ciputra Development mencatatkan pra penjualan Rp 4 triliun, naik dari Rp 3,6 triliun pada semester I 2021. Total pra penjualan CTRA sepanjang 2021 yakni Rp 7,7 triliun. Kemudian SMRA mencatat pra penjualan Rp 3,2 triliun, sama dengan realisasi semester I 2021. Sementara realisasi marketing sales SMRA pada 2021 sebesar Rp 5,4 triliun.

Sedangkan PWON mencatat realisasi prapenjualan sebesar Rp 0,8 triliun, sama dengan perolehan pada semester I 2021. Sementara untuk keseluruhan tahun lalu, PWON mencatatkan pra penjualan Rp 1,4 triliun.

Meski begitu, Kharel mengatakan prapenjualan properti akan tumbuh signifikan pada paruh kedua tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada tren kenaikan harga komoditas dan kenaikan suku bunga bank sentral.

 

4 dari 4 halaman

Investor Beli Aset Properti

Pengunjung melihat maket rumah di pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kenaikan harga komoditas membuat banyak orang orang berinvestasi pada saham komoditas seperti batu bara. Kharel mencermati, tak sedikit investor yang cuan dari investasinya pada saham komoditas, dan mengalokasikan untung untuk membeli aset properti.

"Pergerakan CPO dan coal ini naikkan pendapatan masyarakat. Jadi bisa dibilang kalau di properti ada orang yang naik kelas atau OKB. Itu yang nge drive sektor properti. Banyak orang yang dapat cuan dari saham untuk beli properti. Itu yang nge-drive presales property developer,” kata dia.

Sementara dari sentimen kenaikan suku bunga, hingga saat ini banyak bank-bank yang belum menyesuaikan suku bunga KPR mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang baru saja naik. Bahan beberapa masih ada yang berikan promo KPR.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya