5 Oktober 2011: Mafia Narkoba Bajak Kapal China di Sungai Mekong, 13 Orang Tewas

11 tahun yang lalu, kejadian tragis menimpa 13 awak kapal China rute Thailand-Burma. Mereka tewas di tangan mafia narkoba Thailand.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2022, 06:00 WIB
Kapal Kargo Cina di Hamburg. (hpgruesen/Pixabay)

Liputan6.com, Bangkok - Serangan terhadap dua kapal kargo China di Sungai Mekong pada 5 Oktober 2011 telah menewaskan seluruh awak kapalnya.

Menurut laporan BBC News pada Senin (10/10/2011), serangan itu terjadi di perbatasan Thailand-Burma, daerah yang terkenal dengan produksi obat-obatan. 

Orang-orang bersenjata membajak kapal itu untuk menyelundupkan narkoba ke Thailand.

Sebagai tanggapan, China menangguhkan pengiriman kapal kargo di Mekong dan mendesak pihak berwenang Thailand untuk menangkap pelaku yang bertanggung jawab.

China juga mendesak pemerintah Thailand dan Burma untuk memperkuat perlindungan atas pengoperasian kapal China di daerah tersebut.

Saat itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Liu Weimin mengatakan bahwa 11 pelaut China tewas dan dua masih hilang setelah kapal kargo Hua Ping dan Yu Xing 8 diserang pada 5 Oktober 2011.

Namun, BBC News juga melaporkan, mengutip dari media berita China dan Thailand, 13 awak China dipastikan tewas.

Setelah itu, Konsulat Jenderal China di Chiang Mai, Thailand Utara, tiba di lokasi serangan pada 10 Oktober 2011 untuk melakukan penyelidikan.

Menurut laporan, seorang pemilik kapal China mengatakan hampir setiap kapal China di daerah Segitiga Emas --the Golden Triangle-- itu selalu menjadi sasaran perompak dalam beberapa tahun terakhir.

Seorang awak kapal yang berbeda menyaksikan serangan 5 Oktober dan menyebutkan sekelompok perompak berisi sekitar delapan orang menyerbu kedua kapal kargo Hua Ping dan Yu Xing 8.

Kapal-kapal itu diamankan oleh polisi sungai Thailand setelah aksi baku tembak. Sekitar 900.000 tablet metamfetamin senilai lebih dari US$ 3 juta (Rp 45,7 miliar) ditemukan.

Tentara Thailand menyelidiki pengedar narkoba etnis Shan atau Nai Yai yang dipimpin oleh Nor Kham, sebagai dalang di balik serangan itu.

Beberapa awak kapal yang terbunuh ditemukan di Sungai Mekong dengan tangan terikat di belakang, mata tertutup selotip, dan terdapat luka tembak.

 

2 dari 4 halaman

Menolak Membayar Uang Perlindungan

Cuplikan video yang memperlihatkan aksi para ABK lainnya yang dikabarkan membuang jasad ABK WNI ke laut di Korea Selatan. (Screenshot Youtube MBC News)

Dilansir dari situs China Daily (Selasa, 18/9/2012), insiden tragis awak kapal China ini dimulai pada awal 2011 ketika dua kapal kargo Tiongkok menolak membayar uang perlindungan kepada geng penyelundup narkoba Shan di Sungai Mekong.

Dalam kedua kasus tersebut, para kapten menolak untuk bernegosiasi dengan geng dan melanjutkan perjalanan mereka. 

Pada 22 September 2011, tentara Myanmar menyewa dua kapal dagang China untuk bertindak sebagai umpan dalam operasi penanganan geng tersebut. Beberapa anggota geng terbunuh.

Selanjutnya, Naw Kham, pemimpin geng Shan, memimpin aksi balas dendam pada 5 Oktober 2011 melalui penyerangan dan pembunuhan 13 awak kapal Hua Ping dan Yu Xing 8 yang juga menolak membayar uang perlindungan.

Akhirnya persidangan untuk Naw Kham dilaksanakan di Kunming, ibu kota provinsi Yunnan, China Barat Daya, pada Kamis 20 September 2012. 

 

 

3 dari 4 halaman

Mafia Sungai Mekong

ABK WNI eks kapal MV Chung Ching yang ditahan di Vietnam tiba di Bandara Soekarno Hatta. (Kemlu)

China Daily juga menyebutkan keterangan dari polisi senior China Yu Haibin bahwa geng itu memiliki lebih dari 100 anggota dan gudang senjata yang termasuk senapan serbu AK-47 dan senapan semi-otomatis M16, ditambah bazoka dan senapan mesin.

"Geng ini terutama aktif di kawasan Segitiga Emas, daerah perbatasan antara Thailand, Laos dan Myanmar. Mereka terlibat dalam berbagai kejahatan kekerasan, termasuk pembuatan dan perdagangan narkoba, penculikan, perampokan, pemerasan, pengisian uang perlindungan dan pembunuhan bersama di Sungai Mekong. Semua ini mengancam nyawa awak kapal dan membahayakan harta benda mereka," kata Yu.

Antara 2008 dan 2011, geng tersebut melancarkan 28 serangan terhadap kapal kargo Tiongkok di Sungai Mekong, menewaskan 16 warga Tiongkok dan melukai tiga lainnya. Mereka menghasilkan sekitar 400 juta yuan (Rp945 milyar) dari kegiatan tersebut, menurut statistik dari Biro Keamanan Umum Provinsi Yunnan.

4 dari 4 halaman

Pentingnya Perlindungan Awak Kapal

13 ABK WNI yang bekerja di kapal Long Xing telah berhasil dipulangkan dari Senegal ke Indonesia dan tiba di Jakarta pada Senin (10/11/2020). (Photo credit: Kementerian Luar Negeri RI)

Di luar bencana alam, awak kapal cukup berisiko menjadi sasaran berbagai persoalan di laut, baik itu kapal kargo ataupun kapal penangkapan ikan.

Mulai dari ancaman perompak hingga penelantaran atau perbudakan yang tidak manusiawi selama pelayaran.

Warga Indonesia sendiri pernah menjadi bagian dari korban penelantaran awak kapal di perairan Thailand selama 1 tahun. Dalam kasus ini, setidaknya 8 orang meninggal.

121 awak kapal yang masih hidup direpatriasi (dipulangkan) ke Indonesia --termasuk WNA-- pada 21 Agustus 2021.

Oleh karena itu, penguatan perlindungan awak kapal sangatlah penting. Misalnya, pada 4 Oktober 2021, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan komitmennya untuk meratifikasi Konvensi International Labour Organization No 188 tentang Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing Convention).

Konvensi ini ditujukan untuk memastikan para pekerja yang bekerja di atas kapal memiliki kondisi kerja yang layak, khususnya terkait syarat dan kondisi kerja, akomodasi dan makanan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), layanan kesehatan, dan jaminan sosial.

Selengkapnya klik di sini...

 

 

Infografis Dugaan Perbudakan ABK WNI di Kapal Long Xing. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya