Nimas Mita Bukti Penyintas Kanker Anak Bisa Punya Masa Depan Cerah

Nimas didiagnosis kanker tulang atau Osteosarkoma saat masih duduk di kelas 1 SMP atau berusia 12.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 21 Sep 2022, 14:00 WIB
Cerita Survivor Kanker Tulang (Osteosarkoma), Nimas Mita, yang Didiagnosis Kanker Saat Masih Berumur 12 Tahun. Nimas Bahkan Harus Berhenti Sekolah untuk Menjalani Pengobatan yang Panjang (Foto: Dokumen Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta - Penderitaan panjang dialami pejuang atau survivor kanker tulang, Nimas Mita, meski pengobatan kanker telah selesai dijalani. Dia didiagnosis Osteosarkoma saat masih duduk di kelas 1 SMP. Usianya kala itu masih 12.

Semangat dan yakin menjadi modal Nimas untuk bertahan hidup dan terbebas dari kanker. Banyak hal harus dilakukan dan direlakan, salah satunya berhenti sekolah.

Namun, segala perjuangan yang dia lakukan berbuah manis. Nimas membuktikan bahwa penyintas kanker anak bisa punya masa depan yang cerah.

Mita mengalami fase naik turun, baik secara fisik maupun mental, selama menjalani pengobatan kanker tulang yang panjang.

Dalam webinar bersama Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) pada Sabtu, 17 September 2022, Nimas mengatakan bahwa dia harus menjalani kemoterapi selama enam siklus selama satu tahun.

Nimas juga harus menjalani dua operasi besar dan tiga operasi skala sedang.

"Pengobatan panjang sangat melelahkan," kata Nimas.

Berhenti sekolah harus dipilihnya lantaran Nimas mesti menghabiskan tujuh bulan dirawat di rumah sakit.

Dia lalu bercerita, agar bisa bangkit dan terbebas dari rasa sedih, marah, bosan, Nimas memercayakan masalahnya pada orangtua dan dokter.

Menurut Nimas, berbagi dengan orang yang dipercaya sangat penting, termasuk dengan sesama pasien dan survivor, dan Nimas mendapatkannya di komunitas survivor kanker anak di bawah Yayasan Onkologi Anak Indonesia, Cancer Bust Community.

Nimas pun lalu berbagi kiat kepada para pasien kanker anak, untuk mencoba melakukan hobi di sela-sela terapi, agar bisa mengalihkan perhatian dari sakitnya pengobatan dan kebosanan kehidupan rumah sakit. Misalnya menulis buku, menciptakan lagu, dan sebagainya.

2 dari 4 halaman

Lika-Liku Hidup Nimas Setelah Berjuang Melawan Kanker

Perjalanan panjang sebagai survivor tidak berhenti setelah keluar dari rumah sakit dan kembali ke sekolah, tetapi sampai mencari pekerjaan hingga menemukan pasangan hidup.

Diskriminasi dan stigma tentang seorang survivor kanker masih kuat di masyarakat, apalagi jika kanker membawa dampak pada kondisi fisik, seperti kecacatan.

"Semangat dan yakin pada diri sendiri adalah kunci mendapatkan kembali masa depan bagi survivor kanker,"  pungkas Nimas.

Nimas saat ini adalah ibu satu orang anak yang berhasil menamatkan pendidikan sebagai ahli gizi dan kini bekerja sebagai editor di platform kesehatan.

3 dari 4 halaman

Bantu Temukan Kembali Hidup Pejuang Kanker

Dalam kesempatan tersebut, motivator sekaligus Chief of Organizational Hapiness dari Insight Out, Ali Zainal Abidin mengatakan bahwa survivor kanker anak sudah melewati banyak hal sampai berhasil sembuh.

Namun, dia bilang tetap perlu diupayakan bagaimana agar mereka kembali menemukan hidup dan masa depannya.

Menurut Ali, masa depan yang cerah diawali dari keyakinan diri sendiri. 

"Oleh karena itu, pendamping atau keluarga survivor perlu menanamkan keyakinan pada survivor tentang potensi yang dimiliki untuk melanjutkan hidup dan menemukan masa depannya," katanya.

4 dari 4 halaman

Tentang Kanker

Konsultan hematologi onkologi anak, Prof dr Djajadiman Gatot SpA menjelaskan bahwa kanker adalah penyakit yang membutuhkan perawatan khusus. Sebab, jika tidak, angka kesintasannya rendah.

Menurut Djajadiman pengidap kanker anak maupun dewasa kerap mengalami trauma. Kondisi serupa juga menimpa orangtua mereka.

"Trauma sudah dimulai sejak awal, sejak ditemukan penyakitnya. Tidak mudah menerima penjelasan dokter mengenai diagnosis, stadium, dan perencanaan pengobatan yang panjang," katanya.

Pengobatan kanker terdiri dari operasi, kemoterapi dan radioterapi, serta yang terbaru imunoterapi dan terapi target.

Terapi yang membuat trauma adalah kemoterapi. Kemoterapi adalah obat untuk membunuh sel-sel kanker, tapi sayangnya berdampak pada sel yang sehat.

Menurut Djajadiman kemoterapi adalah pengobatan yang tidak sederhana karena menuntut kesiapan fisik dan mental, sehingga kerap ditunda jika pasien mengalami penurunan kondisi.

Akibatnya terapi menjadi lebih lama, bisa membutuhkan waktu satu hingga dua tahun.

Infografis Leukemia (kanker darah). Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya