Kata Pengamat Soal Perkembangan Akselerasi BTS 4G di Wilayah 3T

Pengamat telekomunikasi Agung Harsoyo menuturkan, kemajuan pembangunan BTS 4G oleh BAKTI Kominfo perlu diapresiasi, tapi tetap harus sesuai dengan tata kelola yang baik.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 19 Apr 2022, 17:30 WIB
Ilustrasi Tower BTS (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat telekomunikasi Agung Harsoyo menyatakan kemajuan pembangunan BTS 4G oleh BAKTI Kominfo yang disebut telah mencapai 86 persen di wilayah 3T dinilai perlu diapresiasi.

Namun, ia menyebut pembangunan tersebut tetap perlu dilakukan secara kredibel dan sesuai tata kelola yang baik (GCG).

Oleh sebab itu, menurut Agung yang juga merupakan mantan Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) ini perlu dilakukan verifikasi lebih mendalam terkait perkembangannya.

"Verifikasi ini menjadi sangat penting agar klaim progress pembangunan yang dilakukan BAKTI mendapat validasi dari lembaga terkait seperti Inspektorat Jenderal Kominfo dan Kemenkeu maupun BPK. Jadi, kredibilitas BAKTI sebagai pelaksana pembangunan tetap terjaga baik," ujar Agung dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (19/4/2022).

Lebih lanjut ia menuturkan, dalam pembangunan BTS 4G ini perlu diperhatikan pula mengenai perangkat yang digunakan. Maksudnya, perangkat yang akan dan sudah terpasang di menara pemancar harus dilakukan pemeriksaan terkait kualitasnya dengan parameter RAS (Reliability, Availibilty, dan Security).

Dalam hal ini, Agung menuturkan, reliability (kehandala) perangkat sangat penting apakah cepat rusak atau tidak. Lalu, jika terjadi kerusakan, bagaimana dengan availibity (ketersediaan) suku cadangnya.

"Jangan sampai ketika terjadi kerusakan baru dipesan dan dibuatkan oleh pabrikan sehingga membutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan," tuturnya melanjutkan.

Terkait security, parameter pemeriksaan erat hubungannya dengan risiko yang akan terjadi, baik keuangan maupun layanan dari perangkat yang digunakan BAKTI dalam pembangunan BTS di wilayah 3T ini

Agung pun menyatakan, penting untuk menggunakan perangkat yang jelas, baik merek dan kualitasnya. Pemerintah pun disarankan untuk bisa melakukan benchmark mengenai penggunaan perangkat tersebut di industri terkait, baik di dalam maupun luar negara.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Saran Praktisi Soal Pembangunan BTS 4G oleh BAKTI Kominfo

Ilustrasi Tower BTS (iStockPhoto)

Senada dengan Agung, praktisi kebijakan publik, Alamsyah Saragih menuturkan, program pembangunan BTS 4G di wilayah 3T ini memang perlu diapresiasi, tapi tidak perlu terlalu sentimentil dan terlalu mengangkat soal kesulitan alam maupun keamanan.

Alasannya, hal itu akan membuat manajemen terlihat tidak profesional, karena semua pihak tahu kalau wilayah 3T merupakan medan yang sulit.

"Kinerja tetap harus dikritisi, tidak semua tempat harus angkut barang pakai kerbau, kuda dan helikopter. Ini namanya dramatisasi kesulitan yang terkesan seolah ada management failure yang ditutupi dan tata kelola yang buruk," ujarnya.

Terkait pemeriksaan kualitas perangkat yang terpasang di BTS, Alamsyah menuturkan perlu juga menjadi perhatian. Sebab, seluruh BTS yang dibangun BAKTI akan digunakan operator seluler untuk menggelar layanannya ke masyarakat sekitar.

Terlebih, menurut Alamsyah, perangkat aktif dan pasif dalam BTS disediakan oleh Bakti Kominfo, sehingga operator tidak memiliki kuasa menentukan BTS terbaik yang akan digunakan. Di samping itu, operator juga tidak terlibat dalam penentuan perangkat aktif BTS yang akan digunakan.

Operator seluler sendiri baru berperan ketika BAKTI Kominfo memberikan informasi apabila BTS USO sudah siap dikoneksikan dengan jaringan mereka. Karenanya, operator seluler tak bisa menjamin SLA (service level agreement) yang setara di wilayah 3T.

"Kita ketahui bersama selama ini BAKTI tak pernah melakukan perbaikan BTS. Selama ini perbaikan BTS USO dilakukan oleh operator. Ini berpotensi menambah beban Negara, karena menggunakan dana APBN maka status kepemilikan BTS adalah barang milik negara," tuturnya.

Padahal, Alamsyah menuturkan, BTS memiliki deprisiasi yang sangat besar. Oleh sebab itu, BPK harus memeriksa SLA BTS USO yang dibangun BAKTI, sama seperti mereka meriksa SLA BTS USO yang dibangun operator selular.

Menurut informasi yang diperolehnya, Alamsyah mengungkap, dari 7.904 BTS USO yang dikelola BAKTI, belum ada satu pun yang terhubung dengan jaringan (Mobile Switching Center- MSC) operator selular.

Diperkirakan, BAKTI berisiko menerbitkan berita acara serah terima BTS yang dibangun oleh vendor, tapi belum tentu sesuai dengan standar pelayanan masing-masing operator.

"Harusnya kalau BAKTI mengatakan BTS USO sudah selesai, bisa dicek berapa perangkat terkoneksi dengan MSC operator. Agar pembangunan BTS USO transparan, BPK bisa melakukan validasi klaim BAKTI tersebut," tuturnya menutup pernyataan.

3 dari 4 halaman

BAKTI Operasikan 1.900 BTS 4G dari Target 4.200 Lokasi di 2022

Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif. Dok: Kominfo

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo Anang Latif baru saja memperbarui informasi mengenai pembangunan BTS di tahun 2022 ini. Menurutnya, dari target 4.200 lokasi BTS, ada 1.900 BTS yang telah beroperasi.

"Rata-rata, progres pembangunan BTS 4G Fase 1 adalah 86 persen, di mana 1.900 lokasi telah on air dari target 4.200 lokasi pada tahun 2022," kata Anang, seperti dikutip dari keterangan resmi BAKTI, Jumat (15/4/2022).

Sementara, menurutnya, pembangunan BTS 4G tahap 2 di 3.704 lokasi dilakukan bertahap sesuai ketersediaan anggaran.

Anang mengatakan, anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G di 2022 adalah untuk membangun 2.300 BTS.

Menurutnya, pembangunan BTS 4G selain dari Universal Service Obligation (USO) juga didukung alokasi APBN, sesuai dengan kemampuan fiskal pemerintah.

4 dari 4 halaman

Bangun 4.200 BTS Butuh Rp 11 Triliun

Anang merinci, pembangunan 4.200 BTS 4G butuh sekitar Rp 11 triliun. Di mana, komponen terbesar adalah untuk biaya logistik material.

Apalagi banyak lokasi pembangunan di daerah 3T yang belum didukung infrastruktur fisik seperti jalan. Itu sebabnya, logistik dikirimkan menggunakan helikopter.

Anang juga mengapresiasi dukungan operator yang kini telah menyediakan sinyal di wilayah 3T. Menurutnya, operator seluler dan vendor mendukung program penyediaan sinyal di wilayah 3T.

"Kini masyarakat di sejumlah wilayah 3T sudah mulai memanfaatkan jaringan BTS yang telah dibangun BAKTI. Pembayaran kepada vendor tidak mengalami kendala karena anggaran tersedia dan termin pembayaran progress diatur dalam kontrak," katanya. 

(Dam/Isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya