Hadapi Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Remaja Harus Berkualitas

Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan bonus demografi Indonesia jumlahnya mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 297 juta jiwa pada tahun 2030-2040.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Nov 2021, 19:24 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam kunjungan kerja percepatan stunting di Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis, 18 November 2021. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti)

Liputan6.com, Mamuju - Guna menghadapi bonus demografi, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan, para remaja harus berkualitas. Upaya ini demi mewujudkan peluang emas bonus demografi Indonesia pada 2030 mendatang.

Bonus demografi terjadi manakala penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia non produktif. Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan bonus demografi Indonesia jumlahnya mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 297 juta jiwa pada tahun 2030-2040. 

"Sekarang ini jumlah remaja jauh lebih besar dibanding yang tua dan bayi. Oleh karena itu, bonus demografi nanti, perbandingan jumlah yang bekerja produktif berlipat-lipat lebih banyak dibandingkan yang tidak produktif, " jelas Hasto dalam kunjungan kerja percepatan stunting di Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat pada Kamis, 18 November 2021. 

"Tetapi semua negara yang sudah maju pada umumnya bisa sejahtera pada saat ada bonus demografi, dengan catatan kalau remajanya ya Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas."

Syarat berkualitas, menurut Hasto yang berlatarbelakang dokter kebidanan, salah satunya dalam perencanaan kehamilan. Hamil harus terencana. 

"Tentu hamil harus terencana biar sehat. Jangan sampai hamil malah jadi bencana," lanjutnya. 

 

 

2 dari 2 halaman

Pendek Belum Tentu Stunting

Tak hanya soal bonus demografi, Hasto Wardoyo menekankan soal stunting. Bahwa pendek belum tentu stunting. 

"Stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting. Ini penting ya," ujarnya. 

"Jadi, masyarakat di Sulawesi Barat yang pendek belum tentu stunting, hanya kebetulan pendek, itu saja. Tapi luar biasa cerdas."

Untuk mencegah stunting, periode 1.000 hari pertama kehidupan perlu diperhatikan. Jarak kehamilan dengan anak sebelumnya juga perlu dipahami. 

Mengutip sebuah penelitian, Hasto Wardoyo menambahkan, dampak stunting bisa berujung pada autisme yang meningkat. 

"Misalnya saja, belum 2 tahun anaknya, kemudian sudah hamil lagi. Lalu dari penelitian anak stunting, autisme juga meningkat, " lanjutnya.

Dalam hal ini, 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang terdiri dari masa kandungan dan 2 tahun pertama kehidupan anak merupakan fase yang penting dalam mencegah stunting dan diagnosis autisme.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya