Gara-Gara Varian Delta, Defisit APBN 2021 Diperkirakan Naik Jadi 5,82 Persen

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan, defisit APBN membesar lantaran adanya penyebaran Covid-19 varian delta.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Agu 2021, 15:10 WIB
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga Kelurahan Gedong di Jakarta, Rabu (23/6/2021). Vaksin bisa mengurangi tingkat keparahan infeksi dan kematian akibat virus, termasuk yang disebabkan varian Delta. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan defisit APBN 2021 mencapai 5,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih besar dari target sebelumnya yang sebesar 5,7 persen terhadap PDB.

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan, defisit APBN membesar lantaran adanya penyebaran Covid-19 varian delta. Wabah ini kemudian membuat pemerintah menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2021, dari sebelumnya pada rentang 4,5-5,3 persen menjadi 3,7-4,5 persen.

"Indonesia dan seluruh negara menghadapi ketidakpastian lebih besar lagi akibat varian delta. Kita harus respon lagi dengan segala ikhtiar, termasuk diperkenalkan PPKM berlevel," ujar Febrio dalam sesi teleconference, Rabu (18/8/2021).

Oleh karenanya, dia memperkirakan defisit APBN akan turut membesar jadi 5,82 persen. Namun, Febrio menjelaskan, outlook defisit anggaran secara nominal justru turun jadi Rp 939,6 triliun dari target sebelumnya Rp 1.006,4 triliun.

Dengan catatan, pertumbuhan PDB juga lebih rendah sehingga outlook defisit APBN 2021 berada pada kisaran 5,82 persen.

"Kita lihat untuk nominal defisitnya sebenarnya turun dibandingkan dengan asumsi defisit APBN 2021 Rp 1.006,4 triliun jadi Rp 939,6 triliun. Jadi secara nominal defisitnya turun," tegasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kebutuhan Pembiayaan

Kendati begitu, Febrio menilai risiko yang ditimbulkan akan lebih rendah lantaran kebutuhan pembiayaan juga turun menjadi Rp 66,8 triliun.

"Kami berharap pasar dan lembaga rating tidak terkejut melihat semua angka ini. Ini jadi suatu perspektif positif makro sebab nominal defisit APBN juga rendah," pungkas Febrio.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya