Pendeta Soritua Albert Ernst Nababan Meninggal Dunia

Pendeta Nababan menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 16.18 WIB. Jenazah pendeta senior dari gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini disemayamkan di Rumah Duka RSPAD, lantai 2 ruang N, Jakarta.

oleh Andry Haryanto diperbarui 09 Mei 2021, 00:54 WIB
Pendeta Soritua Albert Ernst Nababan (istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kabar duka datang di Sabtu 8 Mei 2021 sore. Pendeta Soritua Albert Ernst Nababan Meninggal Dunia di usia 88 tahun. Sebelumnya Pendeta Nababan menjalani perawatan kesehatan intensif di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.

"Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia merasakan duka mendalam dan kehilangan atas kepergian salah satu tokoh penting gerakan Oikumene di Indonesia," demikian ucapan duka yang disampaikan pengurus Majelis Pekerja Harian PGI dikutip Liputan6.com dari laman resmi PGI.or.id, Minggu (9/5/2021).

Pendeta Nababan menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 16.18 WIB. Jenazah pendeta senior dari gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini disemayamkan di Rumah Duka RSPAD, lantai 2 ruang N, Jakarta. Rencanannya pemakaman akan dilakukan di kampung halaman, Siborongborong, Tapanuli Utara.

Pendeta kelahiran 24 Mei 1933 di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara ini semasa hidupnya termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia.

Di bidang pendidikan, Pendeta SAE Nababan merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta yang sekarang bernama STFT Jakarta, tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta. Haus akan ilmu, Pendeta SAE Nababan menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman – lulus Doctor Theologiae pada Februari 1963.

Sejak muda, Pendeta SAE Nababan telah aktif dalam pelayanan ekumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia pun cukup dikenal di gerakan ekumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia.

 

2 dari 2 halaman

Aktivitas Organisasi

Sembari dipercayakan peran sebagai anggota Parhalado Pusat HKBP, Pdt. SAE berperan cukup lama, dari 1967-1984, sebagai Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang kemudian berganti nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Ia kemudian menjadi ketua umum di lembaga ekumenis tersebut pada 1984-1987.SAE juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum ekumenis dunia seperti Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM) dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC).Bagi masyarakat Indonesia, namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama 1987-1998.

Di periode kedua kepemimpinannya (1992-1998), rezim Orde Baru melakukan intervensi pada pemilihan pimpinan HKBP, karena SAE dianggap cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi. Ini memunculkan dualisme kepemimpinan di HKBP yang baru selesai setelah pemerintahan Soeharto berganti.

Sumbangsih pemikiran SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. Salah satunya dalam buku catatan perjalanan beliau bertajuk Selagi Masih Siang yang telah terbit tahun lalu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya