Riset: Indonesia, Rumah bagi Nenek Moyang Manusia Homo Erectus 100 Ribu Tahun Lalu

Homo erectus (H. erectus), manusia pertama yang mampu berjalan tegak, adalah salah satu spesies 'nenek moyang' manusia paling dikena dalam sejarah.

oleh Hariz Barak diperbarui 07 Feb 2021, 21:00 WIB
Sebuah tengkorak manusia purba pada pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) di Museum Nasional Jakarta, Minggu (3/11/2019). Pameran tersebut menampilkan fase perkembangan manusia Homo Erectus Tipik, Homo Erectus Progresif dan Homo Sapiens. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Homo erectus (H. erectus), manusia pertama yang mampu berjalan tegak, adalah salah satu spesies 'nenek moyang' manusia paling dikenal dalam sejarah.

Mereka pertama kali muncul di Afrika sekitar 1,9 juta tahun yang lalu. Memiliki otak yang relatif besar, H. erectus adalah pembuat alat yang sangat terampil yang telah memberanikan diri keluar benua Afrika menuju Asia, menyeberang ke Jawa melalui jembatan darat sekitar 1,6 juta tahun yang lalu.

Pada saat itu, Jawa memiliki hutan terbuka seperti sabana, tidak seperti geografi tropis yang ada sekarang. Namun lambat laun, permukaan laut mulai naik, mengisolasi spesies H. erectus di Jawa, dan mendorong sisa spesiesnya di seluruh dunia ke kepunahan sekitar 500.000 tahun yang lalu.

Namun berkat isolasi geografis, H. erectus di Jawa terus berkembang.

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature, H. erectus membuat 'komunitas terakhir' mereka di pulau Jawa 100.000 tahun yang lalu, demikian seperti dikutip dari Mashable Asia, Minggu (7/1/2021).

Menetapkan data yang lebih dapat diandalkan untuk fosil H. erectus yang ditemukan sebelumnya, temuan baru menunjukkan bahwa jejak DNA spesies manusia kuno ini dapat hidup di Asia Tenggara modern seperti manusia saat ini.

Sebagai latar belakang, pada 1930-an, tim penjelajah Belanda telah menemukan seluruh cornucopia fosil di sepanjang Sungai Bengawan Solo Jawa, dekat desa Ngandong. Penggalian mereka menggali puluhan ribu tulang hewan, 12 tengkorak sebagian utuh, dan dua tulang kaki yang diidentifikasi sebagai H. erectus.

Tetapi karena keterbatasan teknologi dan metodologi pada saat itu, penjelajah Belanda tidak bisa melakukan penanggalan fosil dengan benar. Bahkan para ilmuwan pada waktu mendatang masih harus berjuang untuk mencari tahu berapa usia fosil ini, meskipun ada kemajuan dalam hal penanggalan.

Salah satu hambatan terbesar bagi para ilmuwan kemudian adalah fakta bahwa mereka tidak dapat menentukan lokasi penggalian asli. Untuk lebih tepat dalam mengukur usia, mereka perlu mengambil bahan dari sedimen yang sama dari tempat fosil ditemukan.

Beberapa pekerjaan detektif keras oleh O. Frank Huffman, seorang arkeolog di University of Texas di Austin, menyimpulkan bahwa situs penggalian asli terletak di apa yang sekarang menjadi ladang tebu dekat jalan tanah.

Secara keseluruhan, upaya untuk melacak situs penggalian asli membutuhkan waktu setidaknya lima tahun, dengan Huffman bahkan berkonsultasi dengan cucu-cucu para penjelajah Belanda asli yang melakukan penggalian pertama.

Setelah memeriksa kembali situs penggalian asli, para peneliti menyimpulkan bahwa tulang-tulang itu terkubur antara 117.000 hingga 108.000 tahun yang lalu.

"Kami tidak pernah dapat memastikan bahwa kami telah menemukan perwakilan pertama atau terakhir dari spesies apa pun," kata Aida Gómez-Robles, seorang antropolog di University College London. "Tapi data penanggalan terakhir sekitar 100.000 tahun yang lalu untuk H. erectus terlihat masuk akal."

Load More

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Penelitian Sebelumnya

Manekin dari Homo erectus dalam pameran berjudul "Prehistoric Heritage" yang digelar di Museum Nasional, 24 Oktober 2017. (Liputan6.com/Afra Augesti)

Menurut penelitian sebelumnya, manusia modern tidak tiba di Pulau Jawa sampai setidaknya 40.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, H. erectus sudah lama pergi.

Tetapi H. erectus meninggalkan warisan yang agak mengesankan, setelah 'berpisah' dari kelompok aslinya yang mengembara dari Afrika, mereka menjadi setidaknya dua spesies tambahan ketika mereka berjalan melalui Asia Tenggara --Homo floresiensis, ditemukan di pulau Flores Indonesia, dan Homo luzonensis, ditemukan di Pulau Luzon di Filipina.

Penelitian menunjukkan bahwa mereka mungkin juga telah bersinggungan dengan Denisovan, sepupu dekat Neanderthal yang punah. Membentuk semacam reaksi berantai, Denisovan ini kemudian kawin dengan manusia modern di Indonesia dan Nugini sekitar 30.000 tahun yang lalu.

Dan pada waktu perkawinan itu, para peneliti mengemukakan bahwa sebagian kecil dari DNA Homo erectus berhasil masuk ke genom beberapa Orang Asia Tenggara modern.

Hal itu juga didukung oleh fakta bahwa sekitar satu persen dna orang Asia Tenggara modern mengandung jejak genetik yang tidak dapat ditelusuri kembali ke manusia modern, Neanderthal, atau Denisovan.

Meskipun temuan baru-baru itu mendukung hal tersebut, itu tidak dapat dikonfirmasi. Belum setidaknya.

"Bagaimanapun, Asia Tenggara jelas sekarang menjadi salah satu tempat paling menarik untuk meniliti asal-usul manusia." kata Patrick Roberts, seorang arkeolog di Max Planck Institute for the Science of Human History di Jena, Jerman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya