KSPI Jelaskan Alasan Buruh Tolak RUU Cipta Kerja

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan, pihaknya masih konsisten untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 05 Okt 2020, 14:08 WIB
Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan, pihaknya masih konsisten untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ada tujuh alasan pihaknya menolak RUU Cipta Kerja. yang pertama adalah UMK bersyarat dan UMSK dihapus, karena setiap daerah nilainya berbeda.

"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," kata Said dalam keterangannya, Senin (5/10/2020).

Alasan kedua diklaim KSPI, adalah menolak pengurangan nilai pesangon yang dibayar melalui BPJS Ketenagakerjaan. Dia pun mempertanyakan sumber dananya. "Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru," tutur Said.

Ketiga soal tidak ada batas waktu kontrak, yang menurutnya membebani buruh, yang poinnya juga sama tak mentolelir adanya pekerja outsourching terus menurus. Karena semuanya tak akan mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 % sampai 80 % dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5% hingga 15% saja jumlah karyawan tetap?," kata Said.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Poin Lainnya

Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk alasan kelima, Said menjelaskan, buruh menolak jam kerja yang eksploitatif. Kemudian, keenam hak cuti, hak upah atas cuti, cuti haid dan melahirkan hilang, serta hak cuti panjang hilang.

Ketuju, potensinya jaminan pensiun dan kesehatan hilang karena terus menggunakan karyawan kontrak dan outsourching.

"Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” tegas Said.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya