Telan Korban Jiwa, Komisi X DPR Ingatkan Dampak Pembelajaran Jarak Jauh

Seorang ibu di Tangerang tega membunuh anaknya karena kesulitan mengerjakan tugas yang diberikan secara online.

oleh Yopi Makdori diperbarui 16 Sep 2020, 14:06 WIB
Pelajar saat kegiatan pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan memanfaatkan Jak Wifi di Balai Warga RW 02 Kelurahan Galur, Jakarta, Jumat (4/9/2020). Program internet gratis dari Pemprov DKI itu untuk pelajar di permukiman padat penduduk yang kesulitan mengakses internet. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda prihatin terhadap kasus penganiayaan anak hingga menyebabkan kematian di Kota Tangerang yang diduga akibat dampak Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Syaiful menilai, kasus tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran jarak jauh banyak memberikan dampak negatif dan membutuhkan penanganan yang lebih serius dari pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Dinas Pendidikan (Disdik) di seluruh Indonesia harus benar-benar memantau pelaksanaan PJJ karena banyaknya kendala yang bisa memberikan tekanan psikis terhadap siswa, orangtua siswa, maupun para guru," kata Syaiful dalam keterangan tulis, Rabu (16/9/2020).

"Kasus pembunuhan anak oleh seorang ibu yang kesal akibat anak kesulitan mengikuti PJJ harus menjadi peringatan keras bagi kita semua,” sambungnya.

Dia menjelaskan, model pembelajaran jarak jauh memang mempunyai banyak kendala. Baik dari rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode pembelajaran jarak jauh, hingga tidak meratanya sinyal internet di berbagai wilayah Indonesia. 

“Berbagai kendala ini menciptakan tekanan psikologis yang lumayan besar bagi para siswa, guru, dan orangtua siswa,” katanya.

Hal tersebut, lanjut Syaiful, diperparah dengan kondisi sosial-ekonomi yang kian berat sebagai dampak pandemi Covid-19. Banyaknya pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji, hingga hilangnya kesempatan berusaha yang dialami sebagian orangtua siswa juga membuat beban hidup kian berat.

“Maka bisa jadi berbagai tekanan tersebut menciptakan ledakan emosional jika dipicu hal-hal yang terkesan sepele, seperti anak yang tidak cepat mengerti saat melakukan pembelajaran jarak jauh,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kurangi Beban Hafalan dan Tugas

Pelajar saat kegiatan pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan memanfaatkan Jak Wifi di Balai Warga RW 02 Kelurahan Galur, Jakarta, Jumat (4/9/2020). Program internet gratis dari Pemprov DKI itu untuk pelajar di permukiman padat penduduk yang kesulitan mengakses internet. (merdeka.com/Imam Buhori)

Politikus PKB ini berharap agar pihak sekolah memberikan pemahaman kepada para guru dan orangtua siswa terkait turunnya beban kompetensi dasar yang harus dipenuhi siswa selama proses pembelajaran jarak jauh.

Hal ini penting, sehingga guru dan orangtua siswa tidak melulu mengejar pemenuhan beban kompetensi selama masa pandemi.

“Pada praktek PJJ selama ini guru hanya memberikan beban baik berupa hafalan maupun tugas menjawab pertanyaan begitu saja kepada siswa. Kondisi ini membuat orangtua siswa kerap kali stres karena harus menyetorkan tugas tersebut baik melalui video maupun gambar kepada guru. Harusnya pola ini tidak lagi terjadi karena sudah ada modul-modul PJJ yang disediakan oleh Kemendikbud,” katanya. 

Untuk diketahui LH (26) seorang ibu tega membunuh anaknya di rumah kontrakannya di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang. Kepada penyidik LH mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online.

Korban yang duduk di kelas 1 sekolah dasar (SD) ini kesulitan mengerjakan tugas sekolah yang diberikan gurunya secara online. Untuk menutupi perbuatannya, LH dan sang suami menguburkan jasad anak kandung mereka di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di kawasan Lebak Banten.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya