Kenaikan Iuran Dibatalkan MA, BPJS Kesehatan Defisit Rp 6,9 T

Sebelumnya MA telah membatalkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Mei 2020, 14:00 WIB
Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris saat menengok penerapan sistem antrean online se-Kota Malang, di Puskesmas Kedung Kandang, Rabu (11/3/2020) didampingi oleh Walikota Malang Sutiaji serta Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih. (Dok Humas BPJS Kesehatan)

Liputan6.com, Jakarta - Besaran iuran BPJS Kesehatan kembali menjadi diperbincangkan akhir-akhir ini. Pasalnya, setelah sebelumnya MA membatalkan kenaikan tarif iuran, kini pemerintah menerbitkan Perpres 64/2020 yang mengatur kembali penyesuaian besaran iuran.

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara, Kemenkeu, Kunta Dasa dalam media briefing Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kamis (14/5/2020), mengungkapkan bahwa putusan MA yangmembatalkan pasal 24 mengenai penyesuaian tarif, akan berdampak pada defisit DJS Kesehatan.

"Dampak putusan MA dengan dibatalkannya pasal 24, kondisi keuangan DJS kesehatan tahun 2020 diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp 6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sekitar Rp 15,5 triliun," paparnya.

Mulai 2021, lanjut Kunta, DJS Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin melebar, segingga perlu langkah signifikan untuk menjaga kesinambungan program.

"Dan memang putusan-putusan MA sendiri dalam pertimbangan-pertimbangan ya, yaitu lebih menekankan untuk memperbaiki ekosistem dari JKN, dan perpres ini sebenarnya ingin menjawab itu," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris membenarkan bahwa BPJS Kesehatan masih memiliki tunggakan terhadap rumah sakit, namun sesegera mungkin akan bisa dilunasi.

"Gagal bayar kita yang cukup besar di akhir tahun 2019, sekitar Rp 15 triliun, perlahan-lahan sudah kita lunasi. Jadi rumah sakit juga semakin baik cashflow-nya. Memang masih ada utang jatuh tempo, yang bisa kita selesaikan dengan adanya pembayaran di muka," kata dia.

"Per hari ini, memang hutang jatuh tempo-nya itu kurang lebih setengah bulan pembayaran, yaitu Rp 4,8 triliun. dan proyeksinya, kalau nanti Perpres 64/2020 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Lebih bisa diseimbangkan antara cash-in dengan cash-outnya," lanjutnya.

2 dari 2 halaman

Koreksi Ulang

Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terkait dengan angka detailnya, Fachmi belum bisa membeberkannya secara rinci, namun ia mengaku sudah dapat gambaran jika pemberlakuan Perpres 64/2020 per Juli 2020, tentu dengan banyak variabel lain yang harus dikoreksi ulang, termasuk kaitannya dengan konsisi pandemi covid-19 yang hingga saat ini masih berlangsung.

Namun demikian, Fachmi menekankan, jika tidak dilakukan perbaikan struktur iuran sebagaimana keputusan sekarang (Perpu 64/2020), maka akan terjadi potensi defisit

"Karena bagaimanapun juga, pelayanan akan baik kalau cashflow rumah sakit-nya juga baik," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya