Australia Rilis Travel Advice untuk Indonesia Terkait RUU KUHP

Pemerintah Australia, pada 20 September 2019, merilis imbauan perjalanan (travel advice) bagi warga negaranya di Indonesia terkait RUU KUHP.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 23 Sep 2019, 17:27 WIB
Bendera Australia (AFP)

Liputan6.com, Canberra - Pemerintah Australia, pada 20 September 2019, merilis imbauan perjalanan (travel advice) bagi warga negaranya di Indonesia menyusul langkah DPR-RI yang berencana mengesahkan RUU KUHP.

Imbauan itu masih efektif berlaku per-23 September 2019, meski DPR --usai pembicaraan dengan Presiden RI Joko Widodo-- sepakat untuk tidak mengesahkan RUU KUHP yang sempat dijadwalkan berlangsung dalam rapat paripurna besok Selasa 24 September 2019.

"Kami memperbarui imbauan perjalanan untuk mencantumkan informasi baru tentang kemungkinan perubahan KUHP Indonesia di masa depan," tulis situs imbauan perjalanan resmi pemerintah Australia terkait laman informasi Indonesia, dikutip pada Senin (23/9/2019).

"Setiap perubahan pada RUU KUHP hanya akan mulai berlaku dua tahun setelah undang-undang baru disahkan."

"Kami belum mengubah tingkat saran kami - 'terapkan kewaspadaan tinggi' di Indonesia, termasuk Bali. Tingkat yang lebih tinggi berlaku di Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah, dan Provinsi Papua," lanjut laman itu.

'Revised Criminal Code'

Pada sub-seksi 'Revised Criminal Code' pada laman yang sama, pemerintah Australia mencatat bahwa "Parlemen Indonesia sedang dalam proses mengeluarkan KUHP yang telah direvisi. Undang-undang ini tidak akan berlaku hingga dua tahun setelah disahkan. Sejumlah besar undang-undang dapat berubah dan ini juga akan berlaku untuk penduduk asing dan pengunjung, termasuk wisatawan."

Pemerintah Australia melanjutkan, "Di antara yang lain, (RUU KUHP) itu mungkin melarang:

1. Perzinahan atau seks di luar nikah, yang mencakup semua hubungan seksual sesama jenis, dengan tuduhan hanya dilanjutkan setelah ada pengaduan oleh pasangan, anak atau orang tua;

2. Hidup bersama di luar nikah, dengan dakwaan hanya dilanjutkan setelah ada pengaduan oleh pasangan, anak atau orang tua;

3. 'Tindakan tidak senonoh' yang dilakukan di depan umum, dengan paksa atau dipublikasikan;

4. Menghina Presiden, Wakil Presiden, agama, lembaga negara dan simbol (seperti, bendera, dan lagu kebangsaan);

5. Menggulingkan ideologi nasional Pancasila."

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Pengesahan RUU KUHP Ditunda

Masyarakat dari "Aliansi Masyarakat Sipil Tolak Rancangan KUHP" melakukan demontrasi di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (12/2). Mereka menolak RUU KUHP karena dianggap tidak demokratis. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP Mulfahcri Harahap mengatakan pada 23 September bahwa pihaknya tidak akan segera mengesahkan RUU KUHP di rapat paripurna dalam waktu dekat.

Hal itu dibenarkan oleh Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo.

"Iya tidak besok," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo, Senin (23/9/2019).

Mulfahcri menambahkan, alasan penundaan disebakan oleh masih banyaknya waktu untuk mengesahkan RUU KUHP hingga 30 September 2019.

"Mungkin tidak dalam paripurna terdekat ya. Ada tiga kali paripurna lagi sampai dengan tanggal 30 (September)," ujar Mulfahcri.

Baca selengkapnya...

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya