Proses Pembebasan Lahan Ibu Kota Baru Masih Panjang?

Guru Besar Hukum Agraria Unpad mengungkap pembebasan lahan ibu kota baru tak semudah membalik telapak tangan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Sep 2019, 12:00 WIB
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta lantaran Pulau Jawa dinilai sudah terlalu padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan. Rencananya, pembangunan mulai di tahun 2021, kemudian muncul isu seputar lahan konsensi Hutan Tanaman Industri (HTI). Janji pemerintah bahwa tak ada masalah pembebasan lahan pun dipertanyakan.

Guru Besar Hukum Agraria Universitas Padjajaran, Ida Nurlinda, berkata proses pembebasan lahan tidak bisa langsung instan. Ada serangkaian proses yang perlu dilalui, seperti menetapkan lokasi HTI sebagai Areal Penggunaan Lain (APL) yang butuh upaya gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Agraria.

Ida juga mempertanyakan apakah lahan HTI yang menjadi ibu kota baru akan diambil langsung secara keseluruhan. Ia menjelaskan proses bisa dilakukan bertahap saja mulai dari area yang konsesinya sudah hampir habis.

"Jadi bisa saja pelepasan area hutannya itu tak harus langsung, tapi bertahap. Itu enggak bisa sak det sak nyet gitu kalau kata orang Jawa, jadi pasti prosedurnya akan lama," jelas Ida pada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (22/9/2019).

"Makanya sebetulnya pemerintah bisa melakukan pemilihan-pemilihan dengan kalau kira-kira yang sudah mau habis, kira-kira yang sudah tak produktif tanahnya, nah itu bisa didahulukan sebenarnya. Kan itu pasti sekian ratus ribu hektar itu tidak bersamaan izinnya," Ida menambahkan.

Ida pun menjelaskan bahwa meski pemerintah tak perlu ganti rugi tanah, tetapi ada aspek bangunan dan tanaman industri yang perlu diperhatikan. Pasalnya, ganti rugi tanah berbeda dengan bangunan dan tanaman industri, seperti contohnya sawit. 

Sekadar informasi, pihak Sutanto Tanoto sudah buka suara soal konsesi lahan yang mereka gunakan untuk bisnis dan meminta solusi pemerintah. Sementara, pihak Bappenas berkata tidak ada masalah terkait lahan konsesi dan siap diambil demi ibu kota baru yang totalnya mencapai 40 ribu hektare.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Kalimantan Rawan Kebakaran Hutan, Ibu Kota Baru Bakal Penuh Asap?

Luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Aceh per Januari-Agustus mencapai 379 hektare dengan jumlah 110 kali kejadian (Liputan6.com/Aceh)

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Supriadi Prawiradinata menegaskan, bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap masalah kebakaran hutan di wilayah Kalimantan. Sebab Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur akan menjadi lokasi ibu kota baru.

Dia mengatakan meskipun secara umum Kalimantan lebih aman dari ancaman bencana alam seperti gempa, tapi harus diakui bahwa di pulau tersebut rawan terjadi kebakaran hutan.

"Memang bencana alam yang sering terjadi di Kalimantan adalah kebakaran hutan," kata dia, di Jakarta, Kamis, 19 September 2019.

Meskipun belum memberikan penjelasan terperinci terkait langkah-langkah penanganan, Rudi memastikan pemerintah akan bekerja ekstra keras dalam upaya menekan kebakaran hutan di Kalimantan. Apalagi Kalimantan akan menjadi lokasi ibu kota negara. 

"Masalah kebakaran hutan, tentunya kita akan tangani. Tentu dengan tidak biasa-biasa jadi sebagai ibu kota negara. Sekarang memang belum ya," ujar dia.

Sejauh ini, lanjut dia, upaya mengatasi kebakaran hutan di Kalimantan pun terus dilakukan pemerintah. "Data dari KLHK dalam lima tahun hot spot turun sangat signifikan. Artinya kalau kita mau (mengatasi kebakaran hutan) bisa kok," jelasnya.

Dia menambahkan, pembangunan ibu kota baru akan diikuti dengan upaya perbaikan lingkungan dan kawasan hutan di Kalimantan. "Kita sudah diskusi dengan KLHK dan ATR/BPN. Mereka lagi survei, dan mereka sudah berikan mana nanti hutan yang harus diperbaiki, mana yang harus dijaga," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Singapura Minat Investasi di Ibu Kota Baru

Cakrawala kota Singapura yang diselimuti oleh kabut asap (18/9/2019). Kabut asap dari kebakaran hutan Indonesia menutup ribuan sekolah dan membuat kualitas udara memburuk jelang F1 GP Singapura 2019. (AFP Photo/Mladen Antonov)

Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chan Chun Sing, menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Meeting) dalam hal kerja sama ekonomi bilateral antara Indonesia dan Singapura. Dalam kesempatan tersebut, dia menyebut Singapura siap berinvestasi di ibu kota baru, Kalimantan Timur.

"Kami juga menyambut gembira rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, sehingga ini dapat juga membuka kesempatan bagi perusahaan Singapura untuk berinvestasi ke sana, misalnya dalam hal sustainable management," ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 16 September 2019.

Selain kerja sama di ibu kota baru, Singapura juga berminat investasi di Batam, Bintan dan Karimun. "Kami tertarik dengan (potensi bisnis di) Batam, Bintan, dan Karimun, misalnya untuk pariwisata, transportasi (bandara internasional), dan industri (elektronik)," jelasnya. 

Dia menjelaskan, dengan kerja sama ekonomi bilateral ini, kedua negara bisa menciptakan kesempatan yang lebih luas untuk bisnis masing-masing. Lalu, menciptakan upaya kerja sama bagaimana membantu menarik investor lainnya dari seluruh dunia.

Turut hadir dalam acara ini antara lain Menteri Perekonomian Darmin Nasution, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo.

Kemudian, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Ngurah Swajaya, Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar, Permanent Secretary Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura Gabriel Lim, serta para anggota delegasi dari Indonesia dan Singapura.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya