China Salahkan Pihak Barat sebagai Pemicu Rangkaian Protes di Hong Kong

China menyampaikan pernyataan sikap resmi pertama sejak protes berlarut selama delapan pekan di Hong Kong.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 29 Jul 2019, 19:12 WIB
Bendera China dan Hong Kong. (AFP)

Liputan6.com, Beijing - Pemerintah pusat China di Beijing, pada Senin 29 Juli 2019 sore waktu setempat, akhirnya buka suara terkait rangkaian demonstrasi massa pro-demokrasi di Hong Kong.

Hal itu disampaikan dalam sebuah pernyataan sikap resmi pertama China sejak protes berlarut selama delapan pekan di wilayah otonomi khusus Tiongkok tersebut.

Juru bicara untuk kantor urusan Hong Kong dan Makau (HKMAO) yang berbasis di Beijing juga mengatakan bahwa rangkaian aksi di sana sebagai "insiden mengerikan" yang telah menyebabkan "pengrusakan terhadap hukum."

Yang Guang, sang juru bicara, menambahkan bahwa China mendukung penuh seluruh upaya "prioritas" pemerintahan Hong Kong, yaitu untuk "memulihkan ketertiban sosial," demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (29/7/2019).

Pejabat HKMAO itu juga mengutuk "aksi kriminalitas jahat yang dilakukan pihak-pihak radikal" di Hong Kong.

"Kami menyerukan publik Hong Kong untuk mewaspadai dampak buruk dari situasi saat ini," kata Yang.

Juru bicara lain untuk HKMAO, Xu Luying menambahkan bahwa "Prioritas utama Hong Kong adalah untuk menghukum aktor pelanggar hukum dan pelaku kekerasan sesuai hukum, memulihkan ketertiban sosial sesegera mungkin, dan mempertahankan iklim baik untuk bisnis."

HKMAO juga mengatakan: (1) mendukung penuh kepemimpinan pemerintahan Hong Kong, (2) mendesak warga Hong Kong untuk menolak kekerasan, (3) mendukung penuh satuan polisi Hong Kong, dan (4) menyalahkan eskalasi tensi kepada "figur-figur tak bertanggungjawab di negara-negara Barat".

Intervensi datang seminggu setelah pengunjuk rasa merusak lambang nasional yang sangat simbolis pada kantor penghubung pemerintah China di Hong Kong, yang memicu kemarahan Beijing.

Pihak berwenang sekarang telah memasang kerangkeng plastik tranparan untuk melindungi lambang tersebut dari bentuk-bentuk vandalisme lebih lanjut.

Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong memiliki sistem hukum dan peradilannya sendiri, dan telah dijanjikan "otonomi tingkat tinggi" dari pemerintah Tiongkok kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Kata Oposisi Hong Kong

Demo Hong Kong 12 Juni 2019 (Anthony Wallace / AFP Photo)

Claudia Mo, seorang legislator oposisi Hong Kong yang mendukung gerakan protes, mengatakan bahwa komentar terakhir Beijing dapat memicu kerusuhan lebih lanjut.

"Saya sangat khawatir apa yang terjadi di Beijing hari ini (akan) bak menyiram bensin pada api," katanya kepada BBC.

"Cara mereka mengatakan mereka dengan tegas ... mendukung Carrie Lam dan kepolisian. Mereka berusaha memecah belah Hong Kong."

Bruce Lui, seorang dosen jurnalisme senior di Hong Kong Baptist University, mengatakan:

"Beijing mengulangi apa yang dikatakannya sebelumnya. Beijing mengutuk kekerasan, mendukung Carrie Lam dan polisi Hong Kong," katanya kepada BBC.

"Tetapi ketika ditanya tentang pengerahan pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), juru bicara itu menunjukkan sikap yang cuek."

Meskipun pasukan PLA ditempatkan di Hong Kong, mereka tidak diharapkan ikut campur dalam masalah-masalah lokal. Tetapi undang-undang itu mengizinkan pemerintah Hong Kong untuk meminta bantuan dari PLA untuk tujuan menjaga ketertiban umum atau bantuan bencana.

3 dari 3 halaman

Sekilas Protes di Hong Kong

Polusi anti huru hara berusaha membubarkan demonstran di luar gedung Dewan Legislatif, Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Bentrok diawali ketika para pengunjuk rasa merangsek melewati garis polisi dan memaksa masuk ke gedung Dewan Legislatif. (AP Photo/Kin Cheung)

Rangkaian protes telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasi dengan pemerintah administratif Hong Kong serta Bejing.

Protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.

Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.

Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.

Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya