Respons Manajemen PLN soal Dirut Jadi Tersangka KPK

PT PLN (Persero) mematuhi proses hukum, atas penetapan status tersangka Direktur Utama PLN Sofyan Basir oleh KPK.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Apr 2019, 20:24 WIB
Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir (kanan) bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso saat menjadi saksi sidang dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mematuhi proses hukum, atas penetapan status tersangka Direktur Utama PLN Sofyan Basir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dugaan keterlibatan kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau l

SVP Hukum Korporat PLN, Dedeng Hidayat mengatakan, jajaran manajemen menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK, dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. 

"Selanjutnya kami menyerahkan seluruh proses hukum kepada KPK yang akan bertindak secara profesional dan proporsional," kata Hidayat, di Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Dia pun meyakini,  pimpinan beserta jajaran akan bersikap kooperatif, jika dibutuhkan dalam rangka penyelesaian dugaan kasus hukum yang terjadi.

"Segenap jajaran management dan seluruh pegawai PLN turut prihatin atas dugaan kasus hukum yang menimpa pimpinan kami," ujar dia.

Dia pun menjamin, PLN akan tetap memberikan pelayan optimal, meski pimpinan tertingginya berstatus tersangka.

"Kami dengan adanya kasus ini, PLN menjamin bahwa pelayanan terhadap masyarakat akan berjalan sebagaimana mestinya," tandasnya.

 

 

* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Tanggapan Kementerian BUMN

Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka terkait kasus PLTU Riau-I.

Menanggapi hal itu Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro mengungkapkan, Kementerian BUMN menghormati proses hukum yang sedang dihadapi oleh Dirut PT PLN (Persero) sebagaimana yang disampaikan oleh KPK kepada media, Selasa sore, 23 April 2019.

"Dalam pelaksanaannya, Kementerian BUMN terus meminta agar semua kegiatan BUMN terus berpedoman pada tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dan terus mendukung upaya-upaya pemberian informasi yg benar dan berimbang sebagai wujud oganisasi yang menghormati hukum," papar Imam, Selasa pekan ini.

Selanjutnya Kementerian BUMN meminta manajemen PLN untuk tetap melaksanakan dan memastikan operasional perusahaan tetap berjalan dengan baik, terutama terus memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat di seluruh pelosok tanah air.

"Kementerian BUMN menghormati azas praduga tak berasalah, dan bersama PT PLN (persero) siap bekerjasama dengan KPK dalam menangani kasus ini," pungkasnya.

 

 

3 dari 3 halaman

KPK Tetapkan Dirut PLN Jadi Tersangka Korupsi

Dirut PT PLN, Sofyan Basir menjawab pertanyaan saat menjadi saksi sidang dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama PLTU Riau-1 dengan terdakwa Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/12). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebagai tersangka. Sofyan diduga terlibat dalam korupsi pembangunan PLTU Riau-1 yang melibatkan mantan anggota Komisi VII Eni Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa, 23 April 2019.

Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham.

Sebelumnya, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Idrus dinyatakan terbukti menerima Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) melalui mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.

Majelis hakim berpendapat, meski dalam perkara ini Idrus tidak menikmati hasil korupsinya. Sebab, berdasarkan fakta persidangan Idrus yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar mengetahui penerimaan uang oleh Eni Saragih.

Sementara Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Tipikor, Jakarta Pusat. Politikus Golkar itu dinyatakan terbukti menerima suap Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo atas pengurusan proyek PLTU Riau-1.

"Mengadili oleh karena itu terhadap terdakwa Eni Maulani Saragih dengan pidana penjara selama 6 tahun denda Rp 200 juta apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 2 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan vonis Eni, Jumat (1/3/2019).

Hakim juga mencabut hak politiknya selama 3 tahun.

Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim meyakini keterlibatan Eni dalam kasus ini diawali perintah Setya Novanto, mantan Ketua Partai Golkar, kepada Eni agar membantu bos dari Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo, akrab disapa Kotjo, memfasilitasi bertemu dengan Direktur Utama PT PLN persero Sofyan Basir.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya