MPR Optimistis Pemilu 2019 Berlangsung Damai

Punya pengalaman berdemokrasi, MPR optimis Pemilu 2019 berlangsung damai.

oleh Cahyu diperbarui 25 Mar 2019, 16:49 WIB
Punya pengalaman berdemokrasi, MPR optimis Pemilu 2019 berlangsung damai. (foto: dok. MPR)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid, mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam berdemokrasi. Ia menceritakan, dulu ada anggapan bangsa ini akan bubar kalau Presiden Soeharto jatuh. Kekhawatiran serupa juga terjadi pada Pemilu 1999 dan saat peralihan kekuasaan dari Presiden Abdurrahman Wahid ke Megawati. Namun, ketakutan akan terjadinya perpecahan itu tak pernah terjadi. 

“Jadi tak benar bila peralihan kekuasaan akan menyebabkan perpecahan,” ujar Hidayat, di hadapan puluhan wartawan yang memenuhi Press Room saat Diskusi Empat Pilar dengan tema ‘Konsolidasi Nasional Untuk Pemilu Damai’, di Gedung Nusantara III, Komplek MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Pria asal Klaten tersebut pun meminta semua pihak untuk tidak memperbesar ketakutan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada Pemilu 2019. Bagi Hidayat, Pemilu adalah peristiwa rutin setiap lima tahun serta merupakan hal yang biasa.

“Untuk itu kita harus berkontestasi dengan baik. Sudah sekian Pemilu seharusnya akan menjadikan kita semakin baik,” ucapnya. 

Kontestasi yang terjadi pada tahun ini disebut akan mendewasakan rakyat Indonesia. Hidayat juga menjelaskan bahwa Pemilu mempunyai rujukan yang kuat, yaitu UUD NRI Tahun 1945. Dengan dasar hukum yang kokoh, seharusnya masalah-masalah yang ada sudah selesai.

Dirinya sepakat bahwa pada Pemilu 2019 harus tercipta suasana damai. Menciptakan suasana yang damai tidak hanya ditekankan pada kontestan Pemilu, partai politik dan Capres-Cawapres, tetapi pihak-pihak lain juga diharapkan dapat melakukan hal yang sama.

“Bisa jadi yang menghadirkan suasana tak damai bukan kontestan Pemilu, namun pihak ketiga,” kata Hidayat.

Wakil Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor tersebut juga berharap media massa tidak menjadi tim sukses pada salah satu pihak peserta Pemilu. Bila ini terjadi, dikhawatirkan media massa akan menulis berita tak sesuai dengan fakta.

Lebih lanjut, Hidayat juga meminta aparat keamanan yang menjadi bagian dari pemerintahan mampu bersikap serupa, adil. Bila keadilan ditegakkan, maka akan tercipta Pemilu damai sesuai yang diinginkan.

“Bila Pemilu Luber Jurdil maka kedamaian akan tercipta,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Hidayat pun meminta agar kritik yang dilontarkan masyarakat kepada pemerintah jangan diartikan sebagai menyebar kebencian atau hoax. Bila ada kritik, sebaiknya dibalas dengan argumen yang lebih kuat. 

Sementara itu, Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Sadzily, mengatakan bahwa Pemilu adalah mekanisme yang biasa dalam demokrasi. Menurutnya, Pemilu dilakukan untuk mengatur sirkulasi kekuasaan setiap lima tahun sekali. Karena itu, masyarakat dituntut berpikir jernih dalam memilih pemimpin. 

"Sebagai peralihan kekuasaan yang beradab, maka dalam kampanye diharapkan peserta Pemilu, partai politik, dan Capres-Cawapres, menyampaikan visi dan misi. Bila petahana, ia harus menyampaikan apa yang sudah dilakukan dan akan dilakukan lima tahun ke depan. Dalam kampanye tentu harus menyampaikan harapan baru,” ucap Ace.

Dirinya menjelaskan, bangsa ini sudah memiliki pengalaman berdemokrasi yang panjang. Menurutnya,Pemilu 1999, 2004, 2009, dan 2014, semua berlangsung dengan lancar. Namun. pada 2019, Pemilu yang ada berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Pada tahun ini, Pemilu Presiden dan Legislatif dilakukan serentak.

“Ini bukan sesuatu yang mudah namun menjadi tantangan baru. Jangan gara-gara Pemilu kita terpecah,” kata Ace.

Dalam kesempatan sama, Pakar Politik UIN Syarif Hidayatullah, Ady Prayitno, mengatakan bahwa Pemilu bukan perang antaragama, suku, dan golongan. Dirinya meminta Pemilu sebagai pesta demokrasi yang disambut dengan baik. 

"Rakyat sebagai penentu yang menjadikan atau menggagalkan seseorang pemimpin. Dari sinilah maka peserta Pemilu selalu mendekati rakyat dan membentuk asosiasi yang mewadahi mereka. Agar disebut dekat dengan rakyat maka Caleg dan Capres melakukan blusukan,” ujar Ady.

Ia melanjutkan, demokrasi pasca reformasi membawa berkah bagi seluruh rakyat. Pada masa lalu, untuk menjadi Presiden biasanya berasal dari garis keturunan orang yang pernah menjadi Presiden. Sekarang siapa saja bisa menjadi pemimpin

Sama seperti HNW dan Ace, Ady optimis Pemilu 2019 berlangsung damai sebab bangsa ini mempunyai pengalaman dalam berdemokrasi sejak masa lalu.

 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya