Amnesty International: Pembatasan Tema HAM Debat Capres Khianati Reformasi

Menurut Usman, pembatasan debat capres di isu HAM menegaskan kedua pasangan calon tak punya komitmen kuat.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Jan 2019, 05:08 WIB
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (kanan) memberi keterangan di Jakarta, Kamis (5/4). Amnesty International Indonesia menyesalkan putusan MA yang menolak PK kasus Basuki Tjahaja Purnama. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid berpendapat kesepakatan membatasi pembahasan kasus hak asasi manusia (HAM) dalam debat capres putaran pertama menyimpang dari amanat reformasi.

"Kesepakatan dalam debat itu jelas menyimpang dan secara ketatanegaraan keliru," ujar Usman ketika dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu (12/1/2019).

Ia mengatakan, perumusan mulai dari amandemen, Ketetapan MPR, hingga undang-undang mewajibkan negara, badan peradilan, maupun badan legislatif untuk menyelesaikan seluruh perkara HAM baik yang terjadi di masa lalu, maupun yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang.

Kesepakatan yang dibuat untuk debat capres cawapres putaran pertama dinilai Usman sebagai persoalan serius. Hasil kesepakatan itu, tak ada kasus HAM spesifik yang akan dibahas di debat capres.

Usman mengingatkan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa menjalankan amanat reformasi, bukan pemimpin atau kekuatan politik yang sejak awal sudah menyepakati untuk tidak menyentuh masalah HAM.

Usman berpendapat, kesepakatan tersebut mengonfirmasi bahwa perkara HAM bukanlah hal yang menjadi perhatian dua pasangan calon.

"Padahal HAM adalah persoalan fundamental dan kesepakatan itu menyimpang dari garis bernegara," tambah Usman.

 

2 dari 2 halaman

Hal Fundamental

Ia mengatakan, setiap pasangan calon tentu bisa memiliki visi dan misi yang spesifik dan variatif. Namun, ada patokan fundamental dalam berbangsa dan bernegara yang tetap harus dipegang. Salah satunya di isu HAM dan pemberantasan korupsi.

"Kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dan yang berpotensi terjadi di masa depan, adalah perkara nyata yang tidak hanya membutuhkan pernyataan retorika untuk menyampaikan visi dan misi," pungkas Usman.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya