Takut Gunung Api, AS Anggarkan Duit Rp 407 Miliar

Ternyata, Amerika Serikat juga takut pada bencana gunung api. Ratusan miliar pun disiapkan sebagai anggaran.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Des 2018, 08:21 WIB
Penampakan abu vulkanik melambung ke langit saat Gunung Kilauea meletus di Big Island Hawaii, (3/5). Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) melaporkan erupsi terjadi sekitar pukul 16.45 sore waktu setempat. (Survei Geologi AS via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kembali waspada soal bencana alam, terutama gunung api karena aktvitas anak Krakatau yang sedang fluktuatif. Masalah kesiapan melawan bencana pun kembali menjadi polemik.

Belajar dari negara maju, Amerika Serikat (AS) ternyata memiliki concern besar terkait bencana, termasuk gunung berapi. Ini tercermin dari anggaran mereka yang mencapai ratusan miliar rupiah untuk memonitor aktivitas gunung berapi.

Mengutip laporan Survei Geologis AS, anggaran 2018 untuk memantau gunung api mencapai USD 27,9 juta atau Rp 407 miliar (USD 1 = Rp 14.586). Namun, tahun ini anggaran berkurang sekitar USD 5 juta (Rp 72,9 miliar).

Di samping digunakan untuk memantau gunung api, dana juga akan dipakai untuk peringatan dan informasi mengenai ledakan, mendukung evakuasi, dan diversi angkutan terbang dari abu vulkanik.

Ada 169 gunung berapi berbahaya di AS. Salah satu daerah yang banyak gunung berapi adalah Hawaii.  Menurut laporan Oregon State University, aktivitas gunung api Kilauea di Hawaii menyebabkan aliran lava yang kemudian merugikan industri pariwisata setempat.

Ada pula letusan Gunung St. Helens di negara bagian Washington yang meledak pada 18 Mei 1980. Bermacam sektor, mulai dari kehutanan, properti, agrikultur, transportasi, sampai pembersihan, menghabiskan total hampir 1 miliar dolar.

Kerugian lainnya dipikul oleh industri penerbangan, ketika ada erupsi Gunung Berapi Redoubt di Alaska di 1989-1990, kerugian industri penerbangan melebihi USD 101 juta. Total kerugian ekonomi pun mencapai USD 160 juta atau yang saat ini setara USD 308 juta (Rp 4,4 triliun).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya