BMKG: Jangan Panik, Warga di Selat Sunda Diimbau Menjauh 500 M dari Pantai

Namun, saat ini, BMKG dan Badan Geologi Kementerian ESDM belum ada kondisi genting terkait dengan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.

oleh Nafiysul QodarRita Ayuningtyas diperbarui 25 Des 2018, 23:24 WIB
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Banten. (Liputan6.com. Yandhi Deslatama)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat di sepanjang perairan Selat Sunda untuk menjauh dari bibir laut. Jarak aman yang ditetapkan BMKG sejauh 500 meter.

Namun, saat ini, BMKG dan Badan Geologi Kementerian ESDM belum ada kondisi genting terkait dengan Gunung Anak Krakatau.

"Kami masih mengimbau, agar masyarakat menjauh dari pantai minimal, minimal ya, 500 meter sampai 1 kilometer atau berlindung ke tempat dengan ketinggian lebih dari 10 meter," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (25/12/2018).

Menurut dia, imbauan ini diserukan karena potensi tsunami di Selat Sunda masih ada. Terlebih, Gunung Anak Krakatau, masih erupsi

"Kami belum mencabut imbauan tersebut. Kami harus mengimbau lebih keras. Anak Krakatau terus bergemuruh, terus erupsi. Dindingnya sudah digempur ratusan kali sehingga rapuh. Terlebih, hujan lebat masih terjadi," kata Dwikorita.

Namun, dia meminta agar masyarakat tetap tidak panik. "Tapi tetap waspada dan mohon untuk menghindari zona pesisir atau pantai 500-1 km," lanjut Dwikorita.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan tidak ada maksud untuk menakuti masyarakat usai tsunami Selat Sunda. BMKG hanya ingin memberikan peringatan dini kepada masyarakat.

"Kita tidak ingin kecolongan seperti kemarin. Tidak ada gempa, tidak ada tanda-tanda tsunami, tapi ternyata tsunami," kata Rahmat Triyono dalam konferensi pers di kantor BMKG, Selasa malam.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tak Lazim

Seorang warga melihat mobil yang terbawa ke tengah sawah setelah tsunami melanda kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan tsunami di Selat Sunda tak lazim. Oleh karena itu, air surut tak lagi menjadi penanda utama.

"Penyebab tsunami kemarin tidak tunggal. Ada beberapa faktor yang memicunya. Peristiwa ini sangat tidak lazim. Tsunami Sabtu lalu tidak disebabkan karena gempa tektonik, sehingga bukan air surut penandanya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (25/12/2018).

Menurut dia, penyebab tsunami lalu adalah longsornya tebing Gunung Anak Krakatau karena tremor akibat aktifitas vulkanik. Longsor ini diperparah dengan curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut.

"Itu kan dinding digempur terus menerus ya oleh tremor. Lalu cuaca di sana memang sedang tidak bagus. Saya cek memang cuaca sedang buruk. Semuanya tidak mendukung lah," ujar Dwikorita tentang tsunami Selat Sunda.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya