Rhenald Kasali: Obligasi Global Opsi Paling Aman untuk Akuisisi Freeport

Guru Besar UI Rhenald Kasali menjelaskan, obligasi global adalah opsi paling aman untuk beli saham Freeport. Kenapa?

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Des 2018, 08:40 WIB
Pemerintah telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia, setelah disepakatinya poin-poin negosiasi yang panjang. (Wicak/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT Indonesia Asahan Alumunium menerbitkan obligasi global (global bond) senilai USD 4 miliar untuk menggenapi kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi 51 persen lewat modal dana sebesar USD 3,85 miliar.

Obligasi global itu terdiri dari empat masa jatuh tempo (tenor) dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991 persen. Pertama, yakni tenor 3 tahun sebesar USD 1,1 miliar dengan kupon 5,23 persen.

Kedua, tenor 5 tahun sebesar USD 1,25 miliar dengan kupon 5,71 persen. Lalu tenor 10 tahun sebesar USD 1 miliar dengan kupon 6,53 persen, serta tenor 30 tahun senilai USD 750 juta dengan kupon 6,757 persen.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menilai, penerbitan global bond merupakan upaya yang berisiko, namun masih lebih aman dibanding memakai dana pinjaman atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Namanya juga bisnis, mana ada bisnis atau pembiayaan yang tak berisiko. Lebih berisiko lagi kalau belinya pakai loan, atau APBN, karena rupiah akan langsung tertekan. Ini kan kita berada di tengah-tengah era trade war," ungkap dia lewat keterangan tertulis, Senin (24/12/2018).

"Begitu pinjam pakai loan, maka tahun depan sudah langsung harus bayar interest besar-besaran dan pokok pinjamannya sekaligus. Beda dengan bond, pokok-nya dibayar di belakang. Artinya kita bisa menabung, dapat bunga pula," tambahnya.

Lebih lanjut, dia menyebutkan, pendapatan EBITDA Freeport dalam setahun yakni sebesar USD 4 miliar, dengan net profit USD 2 miliar. Sehingga, sambungnya, jika negara membeli saham perseroan dalam skema divestasi ini senilai USD 4 miliar, maka dalam 4 tahun global bond sudah bisa dibayar dari dividennya saja.

"Lalu kita akan dapat PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang dulu tak pernah dibayar Freeport, dapat bea keluar, dapat smelter yang dulu tak di-enforce di era almarhum IB Sudjana (mantan Menteri ESDM) dan penerusnya. Mereka semuanya serba kompromi dan menguntungkan Freeport Indonesia," keluhnya.

2 dari 2 halaman

Sejajar dengan Freeport

Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Saat ini, dia mengatakan, negara boleh berbangga hati lantaran punya kedudukan yang setara dengan Freeport. "Kini Freeport lebih kooperatif karena mereka mendapat lawan yang seimbang. Indonesia harus percaya diri, harus bangga dengan equal position ini," tegasnya.

Namun begitu, ia mengingatkan, produksi tambang PTFI pada tahun depan akan drop, lantaran adanya fase peralihan selama 1-2 tahun menuju pengembangan tambang bawah tanah yang baru mendapat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"So, dalam masa transisi pasti labanya akan turun dulu sementara. Itu sebabnya perlu bond dengan tenor yang panjang. Untuk apa? Untuk kurangi risiko," imbuh dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya