Pertumbuhan Dana Simpanan Masyarakat di Bank Melambat, Ini Penyebabnya

Turunnya pertumbuhan DPK valas disebabkan tingginya pembiayaan impor dan juga untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur.

oleh Merdeka.com diperbarui 27 Sep 2018, 20:31 WIB
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat ada penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat di industri perbankan atau juga disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dalam catatan BI, pertumbuhan DPK pada Juli 2018 tercatat 6,9 persen, turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang ada di angka 7 persen.

Sementara itu untuk pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami pertumbuhan menjadi 11,3 persen pada Juli 2018 lebih tinggi dibandingkan periode bulan sebelumnya yang hanya 10,8 persen.

Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto mengungkapkan penurunan DPK terjadi pada mata uang rupiah dan juga Valuta Asing (valas).

"Kami memang sudah melihat hal tersebut. Kenapa ini bisa terjadi salah satunya adalah memang di tengah pertumbuhan DPK rupiah yang juga melambat itu yang lebih lambat lagi adalah dari sisi DPK valas," kata Erwin di kantornya, Kamis (27/9/2018).

Turunnya pertumbuhan DPK valas disebabkan tingginya pembiayaan impor dan juga untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. "Juga karena memang pemerintah juga menerbitkan surat-surat berharga SBN," ujar Erwin.

Oleh sebab itu, Erwin mengungkapkan penurunan DPK tersebut banyak yang ditimbulkan dari sisi korporasi.

"Karena sebagaimana laporan yang sudah kita umumkan yang sudah kita jelaskan di bulan - bulan yang lalu memang korporasi juga mengurangi pinjaman luar negerinya, kemudian lebih banyak melakukan pembiayaan dari capex yaitu dari kemampuan sendiri sehingga (DPK) mengalami penurunan," ungkapnya.

Penurunan DPK juga terjadi karena indusrti keuangan non bank (IKNB) yang mulai menjalankan kebijakan OJK dimana mereka harus mengubah dananya ke dalam bentuk surat berharga.

"Ini salah satu diantaranya karena memang sesuai dengan ketentuan yang ada dari OJK mereka itu diminta untuk lebih banyak membuat buffer atau dananya itu disimpan di dalam bentuk SBN. Sehingga sampai dengan Desember sendiri itu diperkirakan dari IKNB akan merubah itu sekitar Rp 29 triliun untuk diberikan kepada SBN untuk memenuhi ketentuan dari OJK," jelasnya.

Kendati demikian, Erwin menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak mengkhawatirkan. Meski nantinya akan ada gap atau celah yang cukup besar diantara DPK dan kredit sebab masih bisa ditambal dari pendanaan yang sebelumnya sudah ada di bank.

"Kalau kita melihat sampai dengan akhir tahun itu kita memperkirakan memang akan terjadi gap di antara kredit dengan DPK yang besarnya kurang lebih Rp 99 triliun dan ini semuanya memang kalau dari sisi Bank Indonesia kita melihat kita ini bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan karena ini masih sangat besar sekali bisa ditutup dari kelebihan pendanaan yang disimpan," tutupnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Likuiditas

Petugas mengecek lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Guna memenuhi kebutuhan uang tunai selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2018, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 193,9 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BI mencatat rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu sebesar 19,8 persen pada Juli 2018. Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,7 persen (gross) atau 1,3 persen (net).

Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan. Pertumbuhan kredit pada Juli 2018 tercatat sebesar 11,3 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,8 persen (yoy).

Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit 2018 masih berada dalam kisaran proyeksi 10-12 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan tahun 2017 sebesar 8,2 persen (yoy).

Adapun pertumbuhan DPK diperkirakan akan mengalami pelambatan dibandingkan dengan capaian 2017 sebesar 9,4 persen (yoy) namun masih berada dalam kisaran 8,0-10,0 persen (yoy).

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya