Jadi Tulang Punggung Negara, WNI Diingatkan Wajib Bayar Pajak

Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar pajak terlihat pada angka tax ratio.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Jul 2018, 18:36 WIB
Para nara sumber pada seminar bertema ’Membangun Kesadaran Pajak' yang digelar di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Rabu (11/7/2018). (Dok DPR)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat diingatkan perihal pentingnya arti pajak bagi sebuah negara. Uang pajak dinilai berperan penting pada pembangunan di Indonesia.

"Pajak adalah tulang punggung negara kita. Masyarakat harus paham betapa pajak memiliki peran penting dalam memperkokoh perekonomian dan pembangunan Indonesia,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, Rabu (11/7/2018).

Mantan pegawai DJP Kemenkeu itu menyinggung soal rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Hal itu terlihat pada angka tax ratio.

Menurut Misbakhun, angka produk domestik bruto (PDB) Indonesia terus mengalami kenaikan. Sedangkan tax ratio Indonesia termasuk dari sumber daya alam (SDA) migas dan pertambangan di hanya angka 11 persen.

"Pertanyaan besarnya adalah kenapa sampai saat ini tax ratio kita cenderung menurun setiap baseline PDB kita naik?” ujarnya.

Tax ratio 11,6 persen adalah angka yang tentunya jauh dari harapan banyak pihak," dia menambahkan.

Legislator Partai Golkar itu menegaskan, tidak ada satu pun masyarakat Indonesia yang bisa lepas dalam membayar pajak.

“Sejak lahir saja dia sudah menjadi pembayar pajak, walaupun yang dibayar adalah PPN (pajak pertambahan nilai, red),” ujarnya.

Dia menjelaskan, merujuk teori kontrak sosial maka negara mengikat masyarakatnya melalui pajak dalam model apa pun. “Inilah yang ingin saya sadarkan bahwa Anda tidak bisa melawan negara dalam peran menjalankan kewajiban," ujarnya.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, saat ini sekitar 80 persen penerimaaan negara dari pajak. Selanjutnya, pajak digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

National interest kita tidak boleh diganggu. Saya berdiri di sini bertujuan ingin membangun kesadaran bersama. Pajak itu adalah bagian dari penghidupan kita sampai mati. Ini adalah semua kesadaran bersama," pungkasnya.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Gambarkan Kondisi Perpajakan RI 10 Tahun Silam

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menggambarkan kondisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 10 tahun silam, tepatnya tahun 2008. Masa itu dijabarkan sebagai momen penuh perjuangan. Terutama terkait sektor perpajakan.

Sri Mulyani yang mengaku saat itu juga menjabat sebagai Menkeu, menuturkan 10 tahun lalu jumlah Wajib Pajak (WP) yang melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sangat sedikit. Ini karena kesadaran akan pajak masih minim. Padahal, penduduk Indonesia saat itu sudah mencapai 200 juta jiwa.

Sri Mulyani menceritakan kondisi 10 tahun lalu tersebut, dalam rangka memperingati Hari Pajak yang jatuh pada 14 Juli.

"10 tahun yang lalu kebetulan menteri keuangannya tetap sama, yaitu saya. Dari seluruh wajib pajak yang tadinya harus lapor SPT itu hanya 33 persen yang betul-betul melaksanakan kewajibannya. Pada saat itu, penduduknya di atas 200 juta, wajib pajaknya tidak lebih dari 2 juta," ujar dia di Kantor DJP Pusat, Jakarta, Rabu (11/7/2018).

Dia menjelaskan, DJP melakukan reformasi beberapa kali hingga bisa seperti sekarang ini. DJP terus melakukan edukasi dan literasi untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk melaksanakan pembayaran pajak serta melaporkannya.

Saat ini, sudah ada 38 juta WP yang telah patuh melaporkan SPTnya. Jumlah tersebut meningkat 73 persen jika dibandingkan 10 tahun silam yang hanya 33 persen.

"Perjuangan untuk naik dari 2 juta, 6 juta, 8 juta, menjadi 12 juta adalah perjuangan yang panjang seiring reformasi pajak kita sendiri. Ditjen Pajak saat ini harus mengurusi 38 juta wajib pajak, 38 juta tentu membutuhkan suatu institusi yang berbeda," ujar Sri Mulyani.

Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa saat ini DJP sudah mengusung konsep transparansi pajak di mana semua informasi bisa diakses masyarakat lewat sosial media. Hal itu untuk menjawab masyarakat yang sekarang ini sudah semakin kritis.

"Makanya kita buka di IG, FB, Twitter tujuannya menjelaskan. Apa gunanya 1 triliun untuk bangsa ini?," jelas dia.

Ditambah, Kementerian Keuangan telah meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sejak tahun 2018 untuk laporan keuangan 2016. "Laporan keuangan pemerintah pusat dan diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kita telah mendapatkan WTP semenjak tahun lalu untuk keuangan 2016. Dan tahun 2017 masih cukup bagus," tutur dia.

Kendati demikian, dia meminta agar DJP tidak berpuas diri dengan capaian tersebut sebab masih banyak hal yang perlu ditingkatkan.

"Sekarang kalau kita berbicara wajib pajak yang sudah melaporkan SPT, 10 tahun kemudian sudah mencapai 73 persen. Makin baiknya tata kelola yang kita pertanggungjawabkan."

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya