Cegah Teroris, Eks Kepala BIN Usul Tiap RT Punya Ruang Tahanan Sementara

Hendropriyono mengibaratkan mengamankan orang yang dicurigai sebagai teroris bagaikan menangkap pencopet di atas bus yang melaju.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 14 Mei 2018, 05:06 WIB
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono. (Liputan6.com/Yunizafira Putri Arifin Widjaja)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono menyebut, terorisme merupakan musuh bersama. Dia dapat menyasar siapa saja, tak terkecuali anak-anak yang tidak berdosa.

"Karena terorisme ini sasarannya tidak terbatas. Harus dijawab juga oleh suatu kekuatan yang tidak terbatas, yaitu kekuatan seluruh masyarakat bangsa Indonesia," ujar Hendropriyono di Gedung Sekar Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (13/5/2018).

Hendropriyono mengajak seluruh lapisan masyarakat hingga tingkat RT ikut melawan teroris. Jika menemukan orang yang patut dicurigai sebagai teroris, segera diamankan dan serahkan kepada pihak berwajib.

"Buat di RT itu kontainer-kontainer tempat tahanan sementara. Ini situasi-situasi tidak normal, jadi tidak ada apapun hukum berlaku di keadaan normal bisa tetap merekat di keadaan tidak normal," ucap dia.

Hal itu dilakukan sebagai langkah pencegahan. Dia mengibaratkan, mengamankan orang yang dicurigai sebagai teroris bagaikan menangkap pencopet di atas bus yang melaju. Tidak ada waktu untuk menunggu polisi datang.

Bahkan pada kasus bom bunuh diri di salah satu gereja di Surabaya, Jawa Timur yang diduga dilakukan seorang ibu dan anaknya, Hendropriyono 'menghalalkan' seandainya wanita itu ditembak mati ketika gerak-geriknya sudah dicurigai kuat.

"Meskipun teroris melakukan tindak pidana yang belum selesai, kalau secara hukum ditembak mati, salah. Tapi pegangan kita pada situasi goncang seperti ini, bukan hukum lagi," kata Hendropriyono.

2 dari 2 halaman

Hukum Baru

Dua korban ledakan bom tergeletak di salah satu gereja di Surabaya, Minggu (12/5). Ledakan bom terjadi di tiga gereja, yaitu Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, Gereja Santa Maria, dan Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno. (Liptan6.com/Istimewa)

Menurut dia, ada hukum baru pada situasi yang dianggap tidak normal ini. Yakni moral.

"Dan yang seperti ini sah, karena ini tidak melanggar hukum, tidak juga melaksanakan hukum, tapi otomatis muncul hukum baru, yaitu hukum membunuh atau dibunuh. Yang membunuh ini orang banyak, tapi yang mati ini orang sedikit."

Politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu mengatakan, aturan apapun tidak memiliki daya rekat apabila situasi tidak normal. Dan saat ini, ketika tiga gereja di Surabaya mendapat teror bom bunuh diri secara hampir bersamaan, dianggap sebagai situasi tidak normal.

Apalagi belum sepekan berlalu kerusuhan narapidana kasus terorisme Rutan Cabang Salemba di Mako Brimob, Depok menewaskan lima anggota Polri. Dan sehari berselang, satu anggota Polri tewas ditikam terduga teroris di lokasi yang sama.

"Masa kita yang banyak ini kalah sama yang sedikit, teroris ini. Dan kita dibunuh sedikit-sedikit, satu-satu. Jangan diam saja. Karena itu, ini mau selesai cepat atau lambat tergantung masyarakat," ucap Hendropriyono. 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya