LPSK Ingin Satukan Pemahaman Antar-penegak Hukum Soal JC

Haris Menyadari implementasi perlindungan merupakan suatu upaya yang kompleks. Oleh karenanya, dalam pembahasan tersebut dihadirkan perwakilan dari berbagai unsur.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Apr 2018, 07:13 WIB
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai menyampaikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/8). Pansus mendalami aturan perlindungan saksi yang dilakukan KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai pemahaman tentang saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC) masih minim. Selama ini, persepsi JC dinilai kerap berbeda antara pemahaman masyarakat dan penegak hukum.

Oleh sebab itu, LPSK menggelar seminar bertema, 'Membangun Persepsi dan Aksi yang Sama terhadap Subyek Hukum Justice Collaborator' di kantor LPSK, Jakarta, Rabu (18/4).

"Seminar ini penting agar implementasi perlindungan kepada Justice Collaborator bisa berjalan dengan optimal," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam acara tersebut.

Dia menyadari bahwa implementasi perlindungan tersebut merupakan suatu upaya yang kompleks. Oleh karenanya, dalam pembahasan tersebut dihadirkan perwakilan dari berbagai unsur.

Mulai dari aparat penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi, akademisi, penggiat lembaga swadaya masyarakat dan perwakilan media massa. "Beragamnya peserta agar yang memahami apa itu subyek hukum Justice Collaborator tidak hanya aparat penegak hukum, melainkan semua unsur masyarakat," ujar Semendawai.

Seminar sehari ini juga menghadirkan narasumber yang juga beragam, mulai penegak hukum, perguruan tinggi, anggota legislatif hingga jurnalis. Dengan beragamnya narasumber, diharapkan dapat memberikan pandangan yang komperhensif terkait Justice Collaborator.

"Dari berbagai narasumber tersebut, tentunya memiliki pandangan sendiri-sendiri yang berbeda. Di sinilah kita akan cari titik untuk penyamaan persepsi terkait Justice Collaborator," ungkap Semendawai.

Selain narasumber lokal, seminar juga menghadirkan narasumber dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat (USDOJ OPDAT). Adanya narasumber dari Amerika Serikat, dinilai penting karena di sana, konsep tentang Justice Collaborator sudah lahir sejak tahun 1970-an.

"Amerika Serikat tentu memiliki banyak pengalaman terkait penanganan Justice Collaborator. Kita dapat belajar banyak dari narasumber ini," ujar Semendawai.

2 dari 2 halaman

Bantu Pengungkapan Kasus

Ketua KPK Agus Rahardjo (kiri) bersalaman dengan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai usai memberi keterangan terkait nota kesepahaman, Jakarta, Selasa (17/4). LPSK dan KPK memperbarui kerja sama perlindungan saksi Tipikor. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Justice Collabolator sangat penting karena membantu pengungkapan kasus, terutama kejahatan yang luar biasa. Demikian diungkapkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Roochmad dalam keynote speech pada seminar tersebut. Meski penting, masih ada kendala dalam penerapan konsep tersebut.

"Adanya seminar ini penting agar permasalahan implementasi konsep Justice Collaborator bisa ditemukan dan diatasi sehingga pengungkapan kasus melalui keterangan Justice Collaborator semakin optimal," ujar Noor Rochmad.

Dalam seminar ini juga ditandatangani MoU antara LPSK dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta penandatanganan Pedoman Kerja Sama antara LPSK dan Polri. Nota Kesepahaman LPSK-IDI ditandatangani langsung Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dan Ketua IDI Ilham Oestama Marsis.

Sementara Pedoman Kerja Sama antara LPSK dan Polri ditandatangani Kepala Biro Administrasi LPSK Armein Rizal dan Kepala Biro Kerja Sama Mabes Polri Brigjen Heri Wibowo. 

Reporter: Randy Firdaus

Sumber: Merdeka.com

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya