Rizal Ramli Ingatkan Mentan untuk Cetak Sawah Baru

Mantan Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mendorong Kementerian Pertanian cetak sawah baru seluas dua juta hektare.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 13 Feb 2018, 13:15 WIB
Mantan Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli (Foto: Liputan6.com/Yandhi D)

Liputan6.com, Serang - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mencetak sawah baru. Ini agar dapat memenuhi kebutuhan beras, sehingga tidak perlu impor.

Rizal Ramli menambahkan, jika irigasi persawahan dapat ditata dengan baik, Indonesia dapat memanen padi sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal itu didukung kondisi alam dengan sinar matahari dan sumber air berlimpah.

"Saya minta Menteri Pertanian (Mentan), bangun sawah baru dua juta hektare. Di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagian Sumatera. Di negara lain kalau enggak ada beras pemerintahnya bisa jatuh," ujar Rizal, Selasa (13/2/2018).

Selain itu, ia juga mendorong pemerintah memperhatikan nasib petani. Apalagi pemerintah memutuskan untuk impor beras. "Jangan jadi raga tega begitu. Yang penting saya dapat uang dari impor enggak peduli nasib petani bagaimana," kata dia.

Rizal Ramli menuturkan, dirinya sepakat dengan impor beras, terutama saat musim paceklik. "Kalau perlu banget, saya juga tidak keberatan impor, tapi diatur timing. Pas paceklik baru impor. Anak SD juga mengerti," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Kementan Sebut Surplus Beras, Ini Kata Rizal Ramli

Mantan menteri koordinator (menko) bidang kemaritiman Rizal Ramli menggelar nonton bareng (nobar) film Dilan 1990 di Jakarta, Kamis (8/12). Acara dilangsungkan di mal Senayan City. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli ikut angkat bicara soal data pangan, khususnya beras yang selama ini selalu disebut surplus oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Rizal mengungkapkan, data pangan sebenarnya ada bermacam-macam, yaitu dana Badan Pusat Statistik (BPS), data Kementan, data Kementerian Perdagangan (Kemendag), data Perum Bulog. Sejak dulu, kata dia, yang selalu tidak sinkron adalah data Kementan dengan data Kemendag dan Perum Bulog.

‎‎"Dari dulu soal beras kan masalah puluhan tahun, data itu macam-macam, data BPS, data Kementan, data Kemendag, data Bulog. Kalau data Kementan cenderung berlebihan, maksudnya kadang-kadang terlalu tinggi. Dari jaman menteri pertanian dulu juga begitu, karena terkait dengan prestasi dia," ujar dia di Food Station Tjipinang, Jakarta, Senin 15 Januari 2018.

Namun sebaliknya, data Kemendag dan Bulog selalu menyatakan kekurangan stok beras. Sebab, ada kepentingan untuk melalukan impor guna mencari keuntungan.

"Tapi data dari Kemendag, Bulog selalu kekurangan banyak, karena mereka motifnya mau impor. Dan sering ada permainan kalau impor, ada komisi US$ 20-US$ 30 per ton," kata dia.

Dalam kondisi seperti ini, lanjut Rizal Ramli, harusnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang memutuskan data mana yang akurat. Dengan demikian, kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi di lapangan dan terkoordinasi dengan baik.

"Dalam kenyataan, data yang benar itu yang di tengah, data Kementan dengan data Kemendag dan Bulog itu di tengah. Harusnya tugas Menko Perekonomian untuk menentukan data yang benar. Tapi saya tidak mengerti ke mana saja Menko Perekonomian sehingga soal begini yang putusin Wakil Presiden. Harusnya cukup ada level menko untuk menentukan data itu. Nah berdasarkan data yang benar itu baru diambil tindakan jika diperlukan," ujar dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya