Pria Australia Didakwa Membunuh Anggota Khmer Merah Kamboja

Seorang pria di Australia didakwa melakukan pembunuhan yang terjadi 30 tahun lalu terhadap seorang perempuan terduga anggota Khmer Merah.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 03 Nov 2017, 09:09 WIB
Ratusan tengkorak manusia dan tulang korban rezim Khmer Merah yang diabadikan di Choeung Ek memorial, Kamboja (17/4). Khmer Merah adalah sayap militer Partai Komunis Kamboja yang beraliran Maois. (AP Photo/Heng Sinith)

Liputan6.com, Melbourne - Seorang pria di Australia Barat telah didakwa melakukan pembunuhan yang terjadi 30 tahun lalu terhadap seorang perempuan di Melbourne. Perempuan itu diduga memiliki kaitan dengan rezim Khmer Merah di Kamboja.

Jasad Ranny Yun yang berusia 27 tahun ditemukan di rumahnya di Springvale, pinggiran kota Melbourne, pada 15 Oktober 1987. Demikian seperti dikutip dari Australiaplus.com, Kamis (2/11/2017).

Pembunuhan itu disematkan status sebagai 'kasus yang tak terpecahkan' oleh kepolisian setempat. Hingga pada 2017 ini, setelah melakukan peninjauan kembali, penyelidik kepolisian berhasil mengidentifikasi pria 49 tahun dari Thornlie, Perth sebagai tersangka.

Petugas melakukan perjalanan ke Perth pada Rabu 1 November dan menginterogasi pria tersebut. Usai interogasi, kepolisian akhirnya menuduh pria itu terlibat dalam pembunuhan Ranny Yun.

Pria itu dijadwalkan hadir di Pengadilan Perth pada Kamis 2 November. Akan tetapi, pemerintah Melbourne tengah mengupayakan agar tersangka diekstradisi dan disidangkan di negara bagian mereka.

Pada saat pembunuhan tersebut terjadi, penyelidik kepolisian Sersan Senior John Ashby mengatakan kepada wartawan bahwa ada beberapa teori motif seputar kematian Ranny Yun. Salah satu teori motif menduga bahwa Yun adalah anggota rezim Khmer Merah simpatisan Pol Pot di Kamboja.

Sersan Senior Ashby mengatakan bahwa Yun mungkin bertanggung jawab atas kematian beberapa orang di Kamboja sebelum ia melarikan diri ke Australia dua tahun lalu.

Dia mengatakan bahwa Yun mungkin telah dibunuh oleh salah seorang rekan sebangsanya yang membalas dendam atas aktivitasnya di Kamboja.

Polisi juga menyelidiki teori motif lain apakah korban dibunuh karena kegiatan perjudian dan pinjaman ilegal di Springvale.

"Itu bisa jadi bentuk pembunuhan balas dendam dan seseorang mungkin takut untuk melaporkan informasi karena kemungkinan adanya aksi pembalasan," kata Sersan Senior Ashby saat itu.

Setelah menyelidiki kasus tersebut, polisi mengakui bahwa mereka tak punya petunjuk dan menawarkan hadiah 50.000 dollar Australia (setara Rp 500 juta) pada 1988.

"Dalam banyak kasus, Anda mendapatkan beberapa gagasan tentang pelaku kejahatan jenis ini, tapi dalam kasus ini tidak ada, sama sekali," kata Sersan Senior Ashby.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya