Hari Santri Nasional, Saatnya Guyub Antar-Pesantren

Ratusan santri di Konang, Bangkalan, Madura, memperingati Hari Santri Nasional dengan menggelar upacara. Kostumnya tentu khas santri.

oleh Musthofa Aldo diperbarui 22 Okt 2017, 20:02 WIB
Ratusan Santri di Kecamatan Konang rayakan Hari Santri dengan Gelar Upacara bendera

Liputan6.com, Bangkalan - Sejak 2015, Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Pengusul tanggal itu sebagai Hari Santri Nasional adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang kemudian disepakati oleh MUI, DDI dan Al-Irsyad di dalam diskusi lintas ormas di Bogor.

Hanya Muhammadiyah yang menolak adanya penetapan Hari Santri. Mereka khawatir Hari Santri memicu perpecahan karena berpotensi memunculkan kubu santri dan non-santri.

Kalangan NU mengusulkan tanggal tersebut karena saat itu, KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, jadi penggerak di balik lahirnya apa yang disebut ‘resolusi jihad’ pada 22 Oktober 1945. Inti Resolusi Jihad adalah menolak kedatangan sekutu yaitu tentara Inggris setelah Jepang kalah dan Perang Dunia II berakhir.

PBNU yang saat itu masih bernama PB ANO khawatir kedatangan pasukan Inggris ke Surabaya akan ditunggangi Belanda. Apalagi hingga saat itu, belum ada negara mana pun di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia akibat isu-isu yang lontarkan Belanda pada dunia internasional.

Resolusi jihad itu kian membakar semangat warga Surabaya, ketika dua hari kemudian, tepatnya 24 Oktober 1945, seorang wartawan yang kemudian dikenal dengan nama Bung Tomo berpidato yang membakar semangat warga hingga pecah perang 10 November di Surabaya.

Hari ini, Minggu, 22 Oktober 2017, adalah kali ketiga Hari Santri Nasional dirayakan. Kalangan pesantren di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, punya acara sendiri merayakanya. Umumnya mereka menggelar istigasah dan doa bersama.

Salah satu perayaan hari santri yang unik dilakukan sejumlah pesantren di Kecamatan Konang. Ratusan santri dari 25 pesantren di Konang berkumpul di halaman kantor UPT Dinas Pendidikan Konang untuk gelar upacara bendera. Unik karena peserta upacara pakai seragam harian santri yaitu sarung, baju putih, kopiah dan sandal jepit.

"Pak Camat pun jadi santri, dia sarungan ikut upacara," kata KH Ali Wahdin, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ibrahimy yang juga ikut upacara.

Menurut Ali Wahdin, hikmah terbesar dari adanya Hari Santri Nasional yaitu membuat hubungan santri antar-pesantren kian guyub. Kata dia, santri dari 25 pesantren se-Kecamatan Konang baru bisa kumpul bersama dalam satu tempat hanya saat perayaan Hari Santri.

"Santri yang ikut upacara hari ini hanya perwakilan. Kalau semua dikerahkan, nggak bakalan cukup tempatnya," kata dia.

Ketua Panitia Hari Santri Nasional Kecamatan Konang, Asru mengatakan selain guyub, momen Hari Santri Nasional jadi sumber untuk terus menumbuhkan semangat patriotisme dan nilai nasionalisme di kalangan santri dengan cara perjuangan para ulama saat zaman kemerdekaan.

"Kalau dua semangat itu dijaga, santri punya sumbangsih penting bagi Indonesia," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya