Ketua Baleg Paparkan Munculnya Sistem Hybrid di RUU Penyiaran

Firman menambahkan, DPR tidak mungkin membuat regulasi undang-undang yang justru mundur seperti konsep single mux.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 16 Okt 2017, 22:04 WIB
Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo menuturkan revisi UU Larangan Praktik Monopoli, Nomor 5 Tahun 1999 merupakan sebuah kebutuhan.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR telah mengundang pemerintah, asosiasi televisi swasta, dan stakeholder lainnya untuk membahas RUU Penyiaran.

Menurut Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo, rapat harmonisasi RUU Penyiaran hari ini dibatalkan hingga waktu yang belum ditentukan.

"Kita cooling down dulu lah. Kita kembalikan ke fraksi-fraksi terlebih dahulu," ujar Firman kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (16/10/2017).

Alasannya, kata Firman, sebuah undang-undang seharusnya memberikan rasa aman bagi semua pihak, bukan menguntungkan salah satu pihak.

"Undang-undang ini kan harusnya beri keamanan pada semua pihak, kan enggak bisa sepihak. Kalau kita dicurigai, lah wong kita yang buat (UU)," ucap dia.

Sementara itu, terkait polemik single mux dan multi mux operator, Firman menjelaskan saat ini masih dipermasalahkan.

"Itulah persoalan. Single mux dimonopoli oleh lembaga pemerintah. Kalau dimonopoli swasta dikendalikan oleh swasta yang baru dibentuk, belum tahu lembaganya kayak apa, kemudian risikonya investasi di sebuah perusahaan kan enggak main-main," kata dia.

Sehingga, menurut Firman, muncul lah sistem hybrid. Hybrid ini dijelaskannya sebagai campuran dari single mux dan multi mux.

"Inginnya kombinasi antara single mux dan multi mux, sudah lazim disebut hybrid," tutur dia.

Firman menambahkan, DPR tidak mungkin membuat regulasi undang-undang yang justru mundur seperti konsep single mux. Konsep single mux dinilainya bisa memunculkan monopoli baru dalam duniapenyiaran.

"Tidak boleh undang-undang membentuk monopoli baru. Penguasaan frekuensi sekarang swasta, dan sekarang harus dikembalikan ke negara. Misalnya yang punya empat frekuensi, tiga dikembalikan ke negara. Sehingga dengan begini, maka pemerintah akan memiliki lebih banyak dan menguasai," papar dia.

 

2 dari 2 halaman

Undang-Undang Dibuat untuk Jamin Masyarakat

Politikus Partai Golkar ini menegaskan, yang terpenting adalah, pembuatan suatu undang-undang harus mampu menjamin rasa keadilan bagi semua elemen masyarakat.

"Undang-undang itu dibuat tidak boleh ada diskriminasi antara swasta dan pemerintah. Digitalisasi adalah sebuah keniscyaan," kata Firman.

"Kemudian yang namanya dunia usaha, harus ada kepastian hukum. Oleh karena itu, dalam Undang-undang itu harus memberikan rasa aman bagi seluruh elemen masyarakat. Dengan adanya nanti migrasi ke digital, negara menguasi lebih besar, tapi swasta juga tidak boleh dimatikan," tandas Firman.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya