Kata Jokowi soal Isu Daya Beli Masyarakat Menurun

Presiden Jokowi menuturkan, bila ada yang ragu kondisi ekonomi Indonesia bukan dari dunia usaha tetapi politikus yang buat isu untuk 2019.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Okt 2017, 19:50 WIB
Pesan Presiden Jokowi

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pengusaha untuk optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Jika ada yang pesimistis, menurut dia, pengusaha tersebut bukan murni seorang pengusaha, tetapi 'nyambi' sebagai politikus.

Jokowi menjabarkan, saat ini Indonesia telah mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga pemeringkatan dunia terkait dengan kemudahan berusaha dan investasi. Hal ini seharusnya membuat dunia usaha percaya terhadap kestabilan kondisi ekonomi ‎Indonesia.

‎"Kepercayaan itu sudah ada. Contoh investment grade, ada Moddy's, S&P, apalagi? Kenaikan negara tujuan investasi dari 8 ke 4. Ini juga kepercayaan. EODB dari 120 sekarang 91. Ini kepercayaan. Kalau angka seperti ini diragukan, ini yang meragukan sebetulnya bukan dunia usaha, saya yakin ini orang politik. Atau politikus yang nyambi dengan dunia usaha. Ada apa gitu lho," ujar dia di Rakornas Kadin 2017, Jakarta, Selasa (3/10/2017).

Dia mencontoh, belum lama ini tengah ramai soal isu mengenai daya beli masyarakat yang menurun, lantaran penjualan di toko-toko ritel menurun. Padahal menurut dia, yang terjadi bukan penurunan daya beli, melainkan perubahan pola belanja masyarakat ke e-commerce.

"Pak daya beli sekarang menurun, anjlok. Saya berikan angka. Coba saya ambil dari shifting dari offline ke online. Banyak orang yang ke situ. Kalau ada toko tutup ya karena ini salahnya enggak ikuti zaman. Jasa kurir naik 130 persen, di akhir September ini. Angka ini didapat dari mana? Ya kita cek. JNE cek, kantor pos cek. Saya juga orang lapangan," jelas dia.

Jokowi menuturkan, dari data yang dimilikinya, berbagai sektor justru mengalami pertumbuhan. Sebagai contoh, sektor industri tumbuh 16,36 persen dibanding tahun lalu, sektor perdagangan naik 18,7 persen, ekspor dan harga komoditas di sektor pertambangan mulai merangkak dan pulih dengan naiknya 30,1 persen dan sektor pertanian meningkat 23 persen dibanding tahun lalu.

‎"Angka seperti ini kalau tidak disampaikan, isunya hanya daya beli turun. Saya lihatin siapa yang ngomong? Politik oh enggak apa. Kalau pengusaha murni saya ajak ngomong. Kalau orang politik memang tugasnya itu, membuat isu-isu untuk 2019. Sudah kita blak-blakan saja," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

2 dari 2 halaman

Pengeluaran Riil Naik Jadi Bukti Daya Beli Masyarakat Masih Kuat

Daya beli masyarakat Indonesia masih kuat. Hal ini terlihat dari rata-rata pengeluaran riil setiap penduduk.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pada kuartal II 2017 rata-rata konsumsi riil setiap penduduk Rp 5,07 juta. Artinya, tiap bulan rata-rata konsumsinya Rp 1,69 juta.

Sementara, pada kuartal I 2017 rata-rata konsumsi riilnya Rp 5,01 juta. "Pengeluaran riilnya selalu naik, jadi tidak mungkin daya beli turun," kata dia dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Sabtu 12 Agustus 2017.

Dia mengatakan, secara nominal, rata-rata konsumsi riil naik dibanding kuartal I 2016. Pada kuartal I 2016 rata-rata konsumsi riil Rp 4,88 juta.

Meski begitu, dia mengatakan secara persentase mengalami penurunan. Rata-rata konsumsi riil kuartal I 2016 tumbuh 3,75 persen. Sementara, pada kuartal 1 2017 sebesar 3,67 persen.

"Pengeluaran riilnya bisa dilihat kuartal I 2016 Rp 4,8 juta sekarang Rp 5,06 juta. Artinya uang yang dibelanjakan dari waktu ke waktu oleh masyarakat nominalnya naik, meskipun pertumbuhannya agak melambat sedikit. Tetapi nominalnya adalah naik," jelas dia.

Dia menegaskan, itu merupakan bukti konsumsi rumah tangga masih kuat."Jadi ini bukti spending masyarakat konsumsi rumah tangga tetap kuat di sana. Sama sekali tidak ada indikasi bahwa daya beli turun meskipun kita perlu memilah per lapisan," tutur dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya