Babi dan Kera Nakal Bikin Gemas Penderes Nipah

Penderes nipah sudah kehabisan akal untuk menangkal serangan kera dan babi hutan.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Okt 2017, 04:01 WIB
Penderes nira nipah kerap diusili babi hutan dan kera (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap – Penderes gula nipah di Kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah kerap dibuat geram. Pasalnya nira mereka kerap lenyap dicuri kera liar dan babi hutan.

Maklum alat penampung nira mereka bukanlah benda keras. Para penderes hanya menggunakan plastik untuk menampung nira sadapan. Nira itu hanya berjarak kurang lebih semeter dari tanah. Itu sebab, babi hutan dengan mudah menjangkau wadah nira itu.

Babi hutan hanya meninggalkan bungkus plastik yang rusak. Sedangkan isinya telah berceceran di tanah.

Seorang penderes asal Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Sumitro mengatakan intensitas pencurian atau pengrusakan wadah nira itu meningkat pada akhir musim kemarau. Pada musim penghujan, menurut dia, hanya satu atau dua plastik yang rusak.

Namun, pada kemarau ini tingkat kerusakan bertambah. Dari sekitar 50 pohon nira yang disadap, seringkali 10 diantaranya hilang atau rusak.

Dia menduga, kemarau panjang ini menyebabkan bahan makanan di tengah hutan mangrove menipis. Selain itu, daya jelajah babi hutan juga bertambah luas kala debit sungai pasang surut ini kecil pada musim kemarau. Akhirnya, nira mereka jadi sasaran.

"Kadang plastiknya sobek. Kadang hilang dengan plastiknya," katanya, beberapa waktu lalu.

Dia mengaku sudah kehabisan akal untuk menangkal serangan kera. Dia juga mengaku tak pernah memasang racun. Sebab, dalam kepercayaan lokal, saat diracun, mereka justru menyerang lebih ganas. Selain itu, ia pun mengaku tak mau membunuh hewan-hewan liar ini.

"Paling berharap yang rusak jangan banyak-banyak," ujar dia.

Sumitro menjelaskan, kawasan mangrove memang menjadi habitat kera dan babi hutan. Mereka hidup di tanah timbul yang luasannya mencapai ribuan hektar. Bahkan, kadangkala, babi hutan juga menyerang ladang penduduk.

Menghadapi serangan babi hutan, Sumitro mengalah. Dia tak menyadap nipah di daerah yang jarang dirambah manusia. Dia memilih menyadap di sepanjang aliran sungai yang menjadi jalur utama nelayan atau yang lebih dekat ke permukiman warga.

Dalam sehari ia menyadap lebih dari 50 pohon nira. Dari pohon sebanyak itu dihasilkan gula nipah antara 7-10 kilogram per hari. Tiap sepekan sekali, pengepul nira luar daerah membeli gula nipahnya dengan harga Rp 11 ribu per kilogram.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya