Komnas HAM Kritik Pendekatan TNI Jelang Penggusuran Sumur Batu

Warga sumur batu mendapat surat peringatan dari TNI. Padahal mereka masuk prioritas di daftar BPN.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 04 Sep 2017, 11:49 WIB
Ketua Komnas HAM Hafidz Abbas (tengah) saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (4/2/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komnas HAM Hafidz Abbas menyayangkan surat peringatan Kodam Jaya terhadap warga RW 05 Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam surat itu, mereka diminta mengosongkan tempat tinggalnya.

Hafidz menilai tindakan itu sebagai bentuk penggusuran. Ia memperoleh informasi 59 rumah yang akan digusur pihak Kodam Jaya.

"Prinsip melakukan peringatan atau penggusuran ada aturannya, tidak boleh ada simbol-simbol kekuasaan, mereka harus diberikan kasih sayang, tidak boleh ada indikasi kekuasaan," tulis Hafidz dalam keterang pers yang diterima Liputan6.com, Senin (4/9/2017).

Surat peringatan Kodam Jaya bernomor: B/2355/VIII/2017 tertanggal 16 Agustus 2017. Warga diminta untuk mengosongkan rumah atau tempat tinggalnya dalam waktu 21 hari sejak dikeluarkan surat tersebut --batas waktu sampai tanggal 6 september 2017.

Padahal, menurut dia, warga RW 05 masuk prioritas mendapatkan surat hak atas tanah/sertifikat tanah dari Badan Pertanahan Nasional Jakarta Pusat.

Karena itu, Hafidz beranggapan negara gagal melindungi warganya. Seharusnya, ia berpendapat, solusi permasalahan ini lebih dikedepankan. Ia mencontohkan dengan melalui dialog dua pihak.

"Jadi, kalau warga mau dipindahkan, harus dipastikan keadaannya jauh lebih baik dari sekarang. Atau, kalau warga dengan ikhlas mau pindah, maka mereka harus diberikan kompensasi yang layak, bisa dalam bentuk finansial sesuai kesepakatan," pungkas dia.

 

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini: 

2 dari 2 halaman

5 Juta Sertifikat

Sengketa tanah di Indonesia mulai berusaha dikurangi. Salah satu caranya dengan mengeluarkan sertifikat bagi lahan-lahan yang selama ini belum memiliki legalitas.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menargetkan bagi-bagi 5 juta sertifikat melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) di 2017. Dengan merangkul perbankan, akan ada tambahan pemberian 1 juta sertifikat.

"Paling sedikit kita keluarkan 5 juta sertifikat tanah untuk warga miskin di tahun ini," kata Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/ Maret 2017).

Ia menjelaskan, pemerintah akan terbantu dengan kerja sama dari pihak perbankan. Kerja sama ini berpotensi melahirkan tambahan 1 juta sertifikat yang bisa dibagikan kepada nasabah bank tersebut dalam rangka mempercepat legalisasi aset.

"Kalau bermitra dengan perbankan, bisa dapat tambahan 1 juta sertifikat lahan. Jadi lebih dari 6 juta sertifikat untuk beberapa wilayah di 2017," papar dia.

Menurut Sofyan, untuk program PRONA 5 juta sertifikat ini, anggaran yang dibutuhkan sekitar lebih dari Rp 2 triliun. Anggaran ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan nilainya akan meningkat tahun depan dengan target 7 juta sertifikat lahan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya