KPK Bidik Pihak Lain Penerima Aliran Dana dalam Kasus E-KTP

Belum seminggu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus e-KTP. Namun, langkah KPK tak berhenti di sini.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 19 Jul 2017, 19:32 WIB
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah usai memberi keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Setelah Taufiqurahman ditetapkan sebagai tersangka, KPK melakukan penggeledahan beberapa tempat di Nganjuk dan Jombang. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Belum seminggu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus e-KTP. Kedua tersangka baru itu adalah Ketua DPP Golkar Setya Novanto dan anggota DPR Fraksi Golkar, Markus Nari.

Namun, langkah KPK tidak berhenti di situ. Lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu memastikan akan menelusuri pihak lain yang diduga juga menerima uang haram dalam kasus e-KTP.

"Terkait dengan proses penganggaran dan permintaan sejumlah uang atau pihak lain yang diduga menerima aliran dana, tentu akan kita telusuri lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).

Dia mengatakan, setelah ada alat bukti yang cukup, para penikmat aliran dana proyek e-KTP akan ditingkatkan statusnya ke penyidikan.

"Ketika kecukupan alat bukti, ketika kita temukan bukti, tentu dinaikkan ke penyidikan. Penanganan perkara ini merupakan pengembangan setelah proses persidangan berjalan," Febri menjelaskan.

Setya Novanto adalah tersangka keempat dalam kasus korupsi e-KTP. Novanto memiliki peran penting dalam mengatur proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Penyidik menduga Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama-sama mengatur proyek e-KTP sejak awal.

Sementara, tersangka kelima kasus e-KTP adalah Markus Nari. Dia diduga terlibat dalam pemulusan pembahasan anggaran proyek e-KTP.

"MN diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar," pungkas Febri.

Novanto dan Markus Nari disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Saksikan video berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya