Asal Mula Festival Erau yang Mulai Mendunia

Saat Festival Erau berlangsung, Sultan dilarang menginjak tanah alias keluar rumah.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 19 Jul 2017, 17:07 WIB
Festival Internasional Erau 2016 merupakan pesta budaya akbar adat Kutai yang dihelat setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Festival Erau bakal kembali digelar di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 22 - 30 Juli 2017. Erau berasal dari kata Eroh yang berarti riuh, ramai, dengan suasana penuh suka cita.

Festival itu pertama kali digelar saat Raja Kutai Kartanegara pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Saat itu, festival digelar untuk merayakan upacara tijak tanah dan mandi ke tepian.

Upacara Erau kembali digelar pada saat penobatan Aji Batara Agung sebagai raja yang memerintah pada 1300 sampai 1325. Sejak itu, Erau selalu diadakan setiap terjadi pergantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.

Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang masih terhitung keluarga kerajaan Kutai Kartanegara menerangkan, saat Festival Erau berlangsung, Sultan dilarang menginjak tanah alias keluar rumah. Larangan itu minimal berlangsung tujuh hari dan bisa diperpanjang jika rakyat menginginkan festival terus berlanjut.

"Waktunya itu dimulai saat tiang ayu dinaikkan. Itu tanda dimulainya Festival Erau. Tiang ayu ini bisa dinaikkan lebih dari tujuh hari," kata Rita kepada Liputan6.com, Rabu (19/7/2017).

Dalam perkembangannya, selain penobatan raja, upacara Erau juga diselenggarakan saat memberikan gelar dari raja kepada tokoh yang berjasa. Pada saat itu, istana membuka pintu bagi seluruh rakyat, sementara rakyat-rakyat berbondong-bondong memberikan hasil bumi kepada keluarga kerajaan.

Hasil bumi itu kemudian dibalas dengan jamuan kepada warga yang datang. "Jadi, itu sebagai bentuk raja memberi servis pada rakyatnya. Kalau sekarang jamuannya dalam bentuk konsumsi," kata Rita lagi.

Pelaksanaan upacara adat Erau terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada 1965. Ketika itu digelar untuk mengangkat putra mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Surya Adiningrat sebagai sultan.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Festival Budaya Ritual Erau 

Belakangan, upacara Erau digelar sebagai festival budaya baru dimulai pada 1971 atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Achmad Dahlan. Upacara dilaksanakan dua tahun sekali sebagai peringatan ulang tahun Kota Tenggarong yang berdiri pada 28 September 1782.

Atas petunjuk Sultan Kutai Kartanegara terakhir, AM. Parikesit, pemerintah dibolehkan menggelar Erau dengan beberapa syarat, yakni mengerjakan beberapa upacara adat tertentu tapi tidak boleh menggelar upacara tijak kepala dan pemberian gelar.

Selama festival digelar, Rita menyatakan selalu ada acara adat digelar. Misalnya bepelas, ngulur naga, rangga titi, dan acara puncak belimbur. Rangga titi adalah upacara mengantar pulang leluhur ke alamnya.

"Sebelum kerajaan menjadi kesultanan di bawah Sultan Sulaiman, kerajaan itu menganut Hindu. Jadi, masih ada pengaruh Hindu," katanya.

Sementara, pada acara balimbur. sesama warga saling menyiramkan air. Tradisi main ini mirip dengan Festival Songkran di Thailand. Namun, festival ini lebih kaya karena mengundang delegasi dari negara-negara lain.

Pada tahun ini, Rita menyebut ada 10 negara yang bakal hadir, di antaranya dari Bulgaria, Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Festival juga akan menampilkan kesenian rakyat internasional, lomba permainan, festival kuliner, dan beseprah alias tradisi makan bersama sambil duduk bersila di jalan utama sepanjang 1 kilometer.

Acara pembukaan akan dilaksanakan di Stadion Aji Imbut Tenggarong yang diawali dengan kirab budaya.

"Saya tak ingin menyebutkan angkanya, tapi yang pasti diharapkan pengunjung yang datang akan banyak karena sudah terkenal di mancanegara. PAD dari pariwisata di Kutai Kartanegara ini paling besar se-Kaltim, padahal yang jadi prioritas provinsi adalah Derawan," ujar Rita sambil tertawa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya